Mohon tunggu...
Rintar Sipahutar
Rintar Sipahutar Mohon Tunggu... Guru - Guru Matematika

Pengalaman mengajar mengajarkanku bahwa aku adalah murid yang masih harus banyak belajar

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mengkultuskan Jokowi dan Prabowo, Merusak Persatuan dan Kesatuan Bangsa

17 Mei 2018   00:27 Diperbarui: 17 Mei 2018   00:39 1640
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengagumi pesohor (orang terkenal, ternama, termasyhur) atau selebritas, seperti: artis, olahragawan, tokoh agama, tokoh politik, tokoh masyarakat, negarawan, dan sebagainya, adalah sah-sah saja, selama masih dalam tahap yang wajar.

Pesohor biasanya dikagumi karena beberapa alasan, seperti: skill/kehebatan atau kejeniusannya dalam bidang tertentu, ketegasan dan integritasnya dalam memimpin, sosok atau karakternya yang memotivasi dan menginspirasi, tampilan fisik yang bagus langsing, tinggi, proporsional, kulit putih, dsb.

Terlepas dari semua alasan tersebut, sekali lagi kita sah-sah saja mengagumi pesohor. Tetapi paling tidak ada 4 hal yang perlu kita tanyakan dalam diri kita. Mengapa kita mengaguminya, sebatas mana kita boleh mengaguminya, apa dampaknya bagi hidup kita jika kita mengaguminya dan yang terakhir adalah sampai kapan kita mengaguminya?

Saya boleh saja mengagumi Lionel Messi atau Cristiano Ronaldo. Tetapi mengapa saya mengaguminya? Apakah hanya karena kejeniusannya dalam mengolah si kulit bundar? Bagaimana dengan kehidupan pribadi mereka, apakah layak dijadikan panutan atau tidak?

Apakah karena mengagumi Lionel Messi lantas saya harus membenci semua haters-nya? Apakah saya harus berdebat bahkan terlibat adu fisik dengan pengagum Cristiano Ronaldo, misalnya hanya karena mereka tidak menghormati Lionel Messi?

Apakah saya harus membela mati-matian di depan umum, seorang artis yang nyata-nyata adalah pecandu narkoba, penganut seks bebas, atheis dan pemuja LGBT, hanya karena saya mengaguminya?

Itulah mengapa saya menggunakan kata "mengagumi" bukan "mengidolakan". Karena mengagumi dan mengidolakan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki makna yang jauh berbeda.

Mengagumi berarti menaruh rasa kagum terhadap seseorang. Kagum berarti: heran, takjub, tercengang (dengan rasa memuji). Sedangkan mengidolakan berarti menjadikan sesuatu menjadi idola. Idola adalah orang, gambar, patung, properti atau apa saja yang dijadikan sebagai pujaan. 

Memuja berarti menghormati dewa-dewa dengan ritual, membakar dupa, membaca mantra dan sebagainya. Mengidolakan seseorang berarti memuja seseorang bagaikan dewa-dewa dan bukan sebagai manusia lagi. 

Dalam hal seperti inilah sering terjadi salah kaprah. Ketika seseorang tidak lagi dapat membedakan antara mengagumi dan mengidolakan. Awalnya hanya tertarik, kagum lalu kemudian mengidolakan. Dan lahirlah dewa baru yang harus dipuja dan dibela mati-matian.

Sama halnya ketika banyak orang mengidolakan Basuki Tjahaja Purnama dan Habib Rizieq Shihab. Mereka berdua dengan kehebatannya masing-masing yang "luar biasa", dipuja oleh pendukungnya bagaikan dewa, bukan lagi sebagaimana manusia biasa. Bahkan para pemuja itu siap membela idolanya sampai tetes darah penghabisan. Termasuk mengorbankan bangsa dan negara ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun