Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Basuki, Gubernur di Atas Rata-rata

16 Maret 2017   17:44 Diperbarui: 16 Maret 2017   17:56 1112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: sp.beritasatu.com

Setiap bertanya kepada aparat pemerintah mengapa suatu program tidak berjalan, maka jawabannya selalu pada terkendala pendanaan. Pendanaan dari APBD itu memang sangat terbatas. Tidak mungkin memberikan layanan seperti yang diharapkan dengan dana yang sedemikian. Itu alasannya.

Dana pemerintah yang digunakan untuk membiayai para pegawai dan juga belanja barang dan jasa memang sangat terbatas. Keterbatasan ini semakin diperburuk karena perilaku birokrasi yang tidak proporsional sehingga pelayanan publik tidak maksimal. Di kebanyakan daerah, belanja pegawai yang mencakup gaji pegawai dan dana-dana kepentingan pegawai lainnya berada dikisaran 60-70%. Lalu dana yang tersedia sangat sedikit untuk belanja modal. Ujung-ujungnya, pembangunan sarana dan prasarana publik buruk.

Jadi jangan aneh kemudian jika berada di satu daerah dan menemukan fasilitas publik yang tidak terawat. Bisa dipastikan alokasi pendanaan untuk fasilitas publik itu sangat minim. Tidak heran kemudian di kantor-kantor pemerintah sendiri, aroma toiletnya sangat ‘dahsyat’. Mungkin ada yang pernah mengalaminya. Ini karena anggaran tidak memadai.

Sebenarnya, jika mau bekerja keras, seorang pemimpin daerah tentunya bisa mencarikan pendanaan dari sumber-sumber di luar uang yang disediakan pemerintah pusat dan pendapatan asli daerah, yang tertuang dalam APBD.

Ruang-ruang pendanaan bisa dibuka dari berabgai pihak termasuk perusahaan-perusahan melalui Corporate Social Responsibility, misalnya. Tidak harus perusahaannya berada di wilayah tersebut. Banyak perusahaan besar memiliki dana-dana ini. Meskipun bukan kewajiban, tetapi dana-dana CSR ini semakin berkembang dari tahun ke tahun.

Bantuan dari donor juga banyak. Pengalaman bekerja dengan pemerintah Kota Yogyakarta di 2009 menunjukkan hal ini. Seorang kepala bagian di Bappeda Yogyakarta menyusun daftar program pemerintah kota yang tidak didanai APBD, karenaketerbatasan anggaran. Dengan rajinnya beliau mendatangi donor dan menawarkan program tersebut. Beberapa program mendapatkan dukungan dari donor. Bantuan untuk program itu berupa hibah.

Public Service Obligation (PSO) juga bisa didayaupayakan. Undang-undang malah sudah mengatur ini karena ini merupakan kewajiban dari perusahaan milik negara. Sama halnya dengan CSR, pemerintah daerah harus rajin mencarinya.

Selain APBD DKI, Ada Rupa-rupa Modalitas

Jakarta juga mengalami kendala yang sama. Kebutuhan pembangunan dan penyediaan pelayanan publik tidak bisa dipenuhi seluruhnya dengan kemampuan uang daerah Jakarta yang tertuang dalam APBD-nya, yang berkisar Rp. 60 T. Untuk jelasnya, APBD DKI 2016 mencapai Rp. 59,68 T. APBD 2017, dianggarkan Rp. 62, 47 T.

Berdasarkan dokumen Informasi APBD 2016 dengan tema ‘Pemantapan Capaian Pembangunan dan Penyempurnaan Pelayanan Pemerintah, yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, menunjukkan peningkatan APBD yang signifikan sejak 2010. Pada tahun 2010, APBD DKI realisasi berkisar Rp. 22,55 T. Lalu meningkat di tahun 2011 di Rp. 26,42 T. Di Tahun 2012 sejak pemerintahan Jokowi-Basuki, APBD meningkat menjadi Rp. 31,55 T. Setiap tahun naik, hingga pada tahun 2016 sudah hampir dua kali lipat APBD realisasi 2012. APBD realisasi artinya APBD yang telah diaudit oleh BPK.

Dengan dana APBD sebesar ini pun, yang terbesar dari seluruh provinsi di Indonesia, DKI masih kewalahan untuk melayani kebutuhan pelayanan publik warga Jakarta. Di samping karena mendapat warisan yang buruk dari masa lalu, juga karena laju urbanisasi yang tinggi di Jakarta. Masih banyak faktor lainnya. Kondisi hubungan pemerintah DKI yang ‘tidak akrab’ dengan DPRD mengakibatkan seringnya APBD tidak maksimal karena pemerintah daerah harus menggunakan anggaran tahun sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun