Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Jangan Berikan Kekuasaan pada Kemarahan

12 April 2019   21:00 Diperbarui: 12 April 2019   21:13 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejarah mencatat  Hitler telah melakukan sebuah kejahatan luar biasa pada kemanusian. Dia menghancurkan jutaan kehidupan manusia, tidak hanya Yahudi, tetapi juga ras lain yang dianggap lebih rendah dari ras Aria. Ras Aria menjadi satu kata yang menjadi jargon Hitler untuk memusnahkan kaum liyan, kaum bukan Aria.

Pertanyaannya adalah bagaimana dia bisa melakukan semua kebengisan yang tercatat dalam sejarah itu sebagai genosida dan holocoust?

Mungkin sedari awalnya dia sudah marah dengan orang-orang yang bukan Aria. Dia membenci orang-orang yang tidak semurni dirinya yang keturunan Aria. Setidaknya murni menurut persepsinya.  Dia telah memiliki dendam dan ingin menciptakan kemurnian rasnya.

Itu tertanam dalam-dalam di dirinya. Itu sebuah benih yang tersimpan rapih. Itu menjadi sebuah mimpi yang akan diwujudkan. Lalu semuanya mewujud dalam sebuah kengerian ketika dia mendapatkan kekuasaan.

Dia mendapatkan kuasa dan kemampuan untuk melaksanakannya. Dia memiliki senjata untuk mewujudkan kebenciannya. Dia memiliki tongkat sakti untuk mewujudnyatakan kemarahannya terhadap kelompok tertentu. Tongkat sakti itu bernama kekuasaan.

Mengerikan memang memberikan kekuasaan kepada sebuah kebencian. Kekuasaan akan mewujud menjadi sebuah pemusnahan lawan yang tidak terperi. Kebencian dan kekuasaan akan melahirkan ironi.

Saat ini, bangsa ini sedang dihadapkan pada sebuah pilihan. Sebuah pertarungan yang sedang berlangsung untuk mendapatkan kekuasaan. Perebutan yang berlangsung lima tahunan ini sedang memasuki masa-masa kampanye untuk mendulang suara sebanyak-banyaknya sebagai legitimasi mendapatkan kekuasaan.

Tetapi, ada sesuatu yang membuat banyak orang prihatin. Sang penantang menciptakan banyak manuver-manuver yang menimbulkan kengerian tersendiri. Kemarahan seperti menjadi persona dari sang penantang.

Banyak narasi-narasinya yang mencerimkan adanya magma kemarahan tersimpan dalam dirinya yang siap ditumpahkan kepada siapa saja. Di dalam sebuah debat publik yang dihadiri banyak orang terhormat dia bahkan berani menghardik. Itu sebuah kemarahan. Itu sebuah kengerian. Itu menciptakan ketakukan. Apakah dia ingin menaklukkan bangsa ini dengan ketakutan?

Tingkah dan narasinya tidak dibuat-buat dalam bentuk kemarahan dan kebencian yang menghadapkan dia pada dia dan bukan dia. Kelompoknya dan bukan kelompoknya. Kemarahan yang menggetarkan bahkan cenderung merusak.

Energi kemarahannya mencapai puncaknya ketika sang penantang sedang 'berkoar' di depan pendukungnya di Yogyakarta. Dengan keras, dia memukul, menggebrak podium yang diam tidak bergerak dan tidak bersalah. Sebuah tinga mikropon terlempar. Betapa pukulannya sangat kuat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun