Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Dua Kaki Mengarungi Lautan Merah

19 Juni 2018   19:58 Diperbarui: 19 Juni 2018   20:17 867
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bulog telah diamanatkan tugas lain, tidak hanya menjaga stabilitas harga beras, tetapi juga 12 komoditas lainnya sejak berubah menjadi BUMN. Sumber: kabarbisnis.com

BULOG memiliki wewenang untuk mengendalikan pasokan beras di pasar, juga untuk memastikan beras tersedia di pasaran.

Itu dulu, ketika BULOG masih berwujud Lembaga Pemerintahan Non-Departemen. Mungkin tidak banyak yang paham dengan arti LPND ini. Sekarang diberikan sedikit bocoran. Lembaga ini setingkat kementerian tetapi tidak memiliki wewenang selayaknya kementerian. Tetapi mendapat tugas khusus dari presiden yang memiliki wewenang dan tugas dan pokok serta fungsi umum, yakni menjalankan pemerintahan.

Tugas yang diberikan sangat spesifik. BULOG sebagai salah satu contohnya diberikan tugas untuk mengendalikan harga-harga, pada awalnya beras, lalu berkembang menjadi 12 komoditas. Tugas ini mencakup tanggung-jawab untuk memastikan 12 komoditas yang menjadi tanggung-jawabnya tersedia di pasar dan terjangkau oleh masyarakat.

Biasanya, komoditas yang menjadi tanggung-jawab BULOG adalah yang menyangkut pangan dan hajat hidup orang banyak. Dulu beras menjadi tanggung-jawab dari BULOG. Setidaknya dari tahun 1969 hingga 2003. Strukturnya yang menjangkau seluruh wilayah Indonesia, menjadikan BULOG ada dimana-mana.

Tetapi, pada tahun 2003 tampaknya pemerintah berubah pikiran. Pikirannya menjadikan BULOG sebagai BUMN. Badan Usaha Milik Negara. Jika dulunya BULOG tidak pusing dengan urusan untung rugi, dengan menjadi BUMN para direksinya harus memikirkan cara untuk dapat memastikan BULOG berselancar dengan baik. Untung harus diraih untuk memastikan umur panjang.

Di ajang kopiwriting kerjasama Kompasiana dan Bulog 3 Mei 2018,Tri Wahyudi Saleh, Direktur Komersial Bulog memberikan penjelasan tentang peran baru BUMN ini dalam menjaga stabilitas harga dan ketersediaan 12 komoditas, yang sebelumnya hanya beras ketika masih menjadi Perum.
Di ajang kopiwriting kerjasama Kompasiana dan Bulog 3 Mei 2018,Tri Wahyudi Saleh, Direktur Komersial Bulog memberikan penjelasan tentang peran baru BUMN ini dalam menjaga stabilitas harga dan ketersediaan 12 komoditas, yang sebelumnya hanya beras ketika masih menjadi Perum.
Informasi di atas tertangkap dalam acara kopiwriting pada Kamis, 3 Mei 2018 di lokasi yang sangat menarik, nyaman dan tentunya fancy, Kanawa Coffee di bilangan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Informasi itu dibagikan Tri Wahyudi Saleh, selaku Direktur Komersial Perum BULOG. Di pundaknya ada beban yang berat yang harus dituntaskan.

Dua puluh lima kompasianer diundang di acara tersebut sebagai bagian dari diseminasi informasi terkait fungsi Bulog yang belum banyak diketahui khalayak. Sebabnya, sejak awal dan banyak didengar masyarakat, Bulog hanya berperan dalam mengendalikan harga beras agar tidak terlalu tinggi di musim paceklik dan tidak terlalu rendah di musim panen raya. 

Para peserta kopiwriting Kompasiana Bulog berfoto bersama dengan Direktur Komersial Bulog dan beberapa stafnya dengan sebagian peserta menunjukkan komoditas yang menjadi tanggung-jawab Bulog. Sumber: Kompasiana
Para peserta kopiwriting Kompasiana Bulog berfoto bersama dengan Direktur Komersial Bulog dan beberapa stafnya dengan sebagian peserta menunjukkan komoditas yang menjadi tanggung-jawab Bulog. Sumber: Kompasiana
 Kewajiban Sosial Yang Memberatkan

Menjadi badan usaha yang dimiliki pemerintah, dipastikan BULOG dicocok hidungnya untuk mendukung program pemerintah. Meskipun sebuah entitas bisnis, tetapi BULOG diminta tidak terlalu berjiwa 'bisnis-bisnis' amat.

BULOG disemati, sebagaimana layaknya BUMN, sebuah tanggung-jawab yang disebut dengan PSO. Artinya Public Service Obligation. Suatu kewajiban yang sifatnya sosial. Bagaimana caranya sesuatu yang bersifat profit harus juga menjalankan fungsi sosial sesuai dengan tanggung-jawab pemerintah?

Para pemimpin BULOG harus memikirkan bagaimananya. Sedikit mengambil contoh yakni bahan bakar satu harga. Program ini dilaksanakan oleh Pertamina. Dengan kondisi geografis yang sangat sulit, Pertamina harus memastikan harga minyak di Jawa sama dengan di Papua.

Dari hitungan bisnis, ini tidak masuk akal. Pastinya. Pertamina harus merelakan keuntungannya sebesar Rp. 800 milyar per tahun agar menutup biaya distribusi yang luar biasa besar. Biaya distribusi berlipat kali harga barang. Tidak masuk akal dari segi bisnis. Tetapi, dari segi PSO, itu menjadi suatu kewajiban dan harus dilaksanakan.  

Persaingan ini jelas tidak adil. Tetapi mau bagaimana, begitulah tanggung-jawab dari BUMN. BULOG juga demikian. Tugas BULOG, salah satunya, memastikan terjadi harga pasar beras yang terjangkau dengan menyerap beras petani dalam jumlah tertentu.

Ternyata, ada potensi masalah disini. BULOG melakukan pinjaman komersial untuk mendapatkan dana demi menyerap beras petani. Agak tidak masuk akal. Untuk menjaga harga barang yang dibatasi dengan harga atas dan bawah, BULOG memiliki risiko terjadi gagal bayar jika tidak mampu membayar kreditnya. Dimana penjualan tidak akan menghasilkan keuntungan yang maksimal dan komersial karena adanya batas atas dan bawah. Dalam jangka panjang, akan terjadi akumulasi beban bunga dan pinjaman jika penjualan beras serapan ini lebih rendah dari harga pasar.

Diversifikasi Usaha

BULOG sadar sepenuhnya, persaingan'tidak sehat' harus dijalani karena dibebaninya dengan PSO, yang pastinya memberatkan. BULOG ingin melangkah cepat, tetapi kakinya terikat. Melihat potensi dan peluang, BULOG yang sejak 2003 telah menjadi BUMN memandang dirinya dan kekayaannya. Lalu befikir untuk memaksimalkan aset-aset yang dimiliki.

Untuk mengoptimalkan aset-aset yang ada atau mengkomersialkan segala kekayaan yang dimiliki, BULOG mendirikan unit-unit usaha. Usaha ritel dijalankan. Bisnis pengantaran barang dirambah. Perhotelan dijabani. Gudang-gudang diaktifkan. Kerjasama dengan petani untuk komoditas tertentu untuk menghasilkan bahan baku produksi dikreasi. Bahkan bekerjasama dengan ritel raksana pun digelar.  

Permasalahannya disini. Dalam buku manajemen disebutkan ada dua kondisi pasar. Pasar yang masih baru yang sering disebut dengan Blue Ocean, dan pasar yang sudah jenuh alias pemainnya sudah sangat banyak, sering disebut Red Ocean.

Di semua usaha yang dirintis BULOG, sudah ada pemain-pemain lama dengan pengalaman bertahun-tahun. Pergudangan sudah lama ada dan tentunya swasta memiliki lokasi yang lebih strategis dibanding BULOG yang biasanya tersebar di seluruh Indonesia, dimana industri belum tumbuh.

Hotel-hotel yang diupayakan dari penyegaran wisma-wisma BULOG juga tidak menawarkan daya tarik yang luar biasa. Ritel dengan menjangkau masyarakat lebih luas dan menciptakan pengusaha-pengusaha lewat Rumah Pangan Kita, akan sangat gampang tergilas oleh mini market yang menjamur dengan modal dan jaringan lebih besar.

Upaya Rumah Pangan Kita ini juga tidak akan efisien, karena sistem rantai pasoknya yang luas dan dalam distribusi yang mikro. Beban biaya yang besar ini tidak akan menguntungkan dan membesarkan pemilik Rumah Pangan Kita. Melawan mini market itu sama dengan melawan raksasa.

Penyebaran aset yang luas dengan skala kecil juga akan menyulitkan proses bisnisnya. Optimalisasi aset tidak benar-benar bisa dilakukan karena pangsa pasar yang tidak tumbuh. Sekali lagi karena aset-aset BULOG menjangkau tempat-tempat yang pelosok di negeri ini.

Lebarnya unit bisnis BULOG, meskipun dalam konteks tanggung-jawab penyediaan komoditi, tentu menyulitkan bisnis. Terlebih lagi belum adanya sistem otomatisasi. Butuh banyak orang untuk menjalankannya. Butuh sumber dana yang  besar untuk mempekerjakan mereka yang telah lama mengabdi di BULOG untuk kemudian melaksanakan sesuatu yang sifatnya sangat retail.

Komoditas rumah tangga yang dijual seperti beras, gula, minyak dan terigu yang ditambahkan dengan merek Kita juga tidak memberikan dampak yang signifikan. Karena tidak ada perbedaan dengan produk yang sudah lama di jual di pasaran. Tingkat kepercayaan masyrakat tentunya tidak akan mudah direbut oleh produk-produk kita itu.

Tetapi, itu hanyalah gambaran yang tentunya diharapkan sudah harus dilihat BULOG sebagai pemain baru dalam bisnis ritel ini dan juga dengan spektrum usaha yang luas yang bukan kelas premium, baik lokasi, layanan maupun komoditas serta aset yang dibisniskan. Banyak pemain disana dan BULOG harus mampu mencari celah di merahnya lautan itu.

Kakinya yang terikat akan mempersulit langkah untuk maju. Belum lagi persoalan-persoalan lainnya yang tidak terkait bisnis. Sering mendengar rumor kalau BUMN itu adalah 'sapi perah' siapa saja yang bisa memerahnya. Itu hanya rumor. Perlu diperjelas. Tetapi, rumornya kok tetap bertahan yah.

BULOG sepertinya harus melakukan downsizing dan tidak memiliki bisnis yang luas untuk dapat bersaing dan tumbuh dengan baik. Unit bisnis yang banyak justru tidak menciptakan fokus. Kata lagu, so much time but too little to do. Tetapi di kasus BULOG, to little but to much to do.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun