Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Apresiasi Tinggi untuk Tiga Petinggi Pencipta Asa

14 November 2017   21:43 Diperbarui: 14 November 2017   22:00 957
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tiga petinggi Jakarta yang berhasil menciptakan acuan bagi pelayanan publik yang seharusnya dengan ciri pemimpin yang benar-benar menjadi pelayan publik. Sumber: beningpost.com

Pasca menyebrangnya Jokowi ke istana negara, Ahok melanjutkan pelayanan publik dengan standar yang telah ditentukan Jokowi. Ahok, meskipun tidak mudah menjadi gubernur karena sistem yang diterapkan sangat ketat, mendapat banyak pertentangan. Karakter Ahok yang keras, menimbulkan benturan dengan banyak kalangan yang mencoba menganeksasi APBD DKI Jakarta yang berjumlah puluhan trilyun rupiah. Angka yang menggiurkan bagi mereka yang hobby nyolong uang rakyat.

Ahok menciptakan banyak program yang langsung menyasar permasalahan Jakarta. Tidak ada jargon muluk-muluk soal kebersamaan. Bekerjasama untuk rakyatnya sejahtera. Bagi Ahok, itu sudah kewajiban dan itu tidak perlu untuk dibicarakan lagi. Berbagai bentuk pelayanan publik diciptakan. Pembentukan berbagai pasukan yang langsung menuju penyelesaian masalah-masalah relatif kecil tetapi menggangu kenyamanan rakyat.

Banjir yang menjadi momok menakutkan banyak masyarakat Jakarta coba dituntaskan. Tidak mudah untuk melakukannya. Sudah banyak tertanam kepentingan dalam berbagai persoalan yang menyebabkan banjir di Jakarta. Pengambilan lahan-lahan tepi sungai yang seharusnya daerah resapan, sudah berlangsung puluhan tahun.

Penduduk yang sudah bertahan disana terpaksa harus direlokasi. Bangunan dan jaminan penduduk diberikan yang layak. Pendidikan digratiskan, diberikan kebutuhan gizi dan juga sekolah serta layanan kesehatan yang dibayari pemerintah. Ahok memberikan kinerja yang disukai banyak masyarakat, bahkan mereka yang tidak memilihnya dulu.

Rakyat yang dulu menganggap para penguasa itu berada pada tataran tertinggi dari sebuah menara gading,  tiba-tiba dapat menjadi sangat dekat dengan pemimpinnya. Tidak hanya dekat. Pemimpin bisa disalami, dipeluk, dicium pipinya, dirangkul bahkan dada pemimpin menjadi tempat rebahan beberapa ibu.

Pemimpin peduli dengan persoalan yang ada di masyarakat. Segala sumber daya dan modalitas Jakarta, digunakan untuk kemaslahan rakyat. Transportasi publik diberikan yang terbaik. Bus Transjakarta odong-odong yang dulu merusak pemandangan dihilangkan dari peredaran. Kebakaran bus ketika dioperasikan menjadi urban legend.

Hasilnya menyenangkan rakyat tetapi menyesakkan banyak pihak yang selama sebelum Jokowi dan Ahok menjabat di Jakarta, telah terbiasa dengan pencatutan uang rakyat demi kenikmatan diri dan kelompoknya.

Mereka yang dulu bisa mengatur para petinggi Jakarta tiba-tiba mengalami kelu lidah. Kelindan kepentingan dan kuasa berhenti berproses. Nilai-nilai berbasis persekongkolan menemui ajalnya. Kegersangan rejeki 'curang' menggerakan banyak hati untuk menyingkirkan Ahok.

Tak dinyana, untuk sesuatu ucapan yang tidak salah sama sekali, Ahok harus dilengserkan. Sumber daya yang dikerahkan untuk menggerakan kekuasaan ke arah kepentingan yang berbeda. Pertarungan penuh 'kebencian' diarahkan untuk mendapatkan kekuasaan. Tidak berakhir 'baik' bagi Ahok.

Lengsernya dari kekuasaan berciri kecintaan kepada rakyat dan berpusat kepada kepentingan rakyat, harus dilanjutkan dengan tinggal di rumah prodeo untuk masa waktu 2 tahun. Tetapi heran, bukannya meredup, pamor Ahok bahkan mengalahkan pilihan 58% rakyat Jakarta. Calon baru itu pun galau. Karena bekerja untuk membuktikan bahwa dirinya jauh lebih baik dari Ahok. Untuk sesuatu yang didapatkan dengan segala cara, akan sangat sulit untuk mewujudkannya.

Pasca Ahok, Djarot yang setia menjadi wakil Ahok menjadi pemegang tampuk petinggi di Jakarta. Hanya empat bulan lamanya. Tidak banyak yang bisa dilakukan Djarot dalam masa itu. Terlebih lagi nuansa kebencian itu masih meraja lela.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun