Mohon tunggu...
Taufik Rohmatul Insan
Taufik Rohmatul Insan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembaca (walau jarang) Novel, Cerpen, Puisi dan Esai Politik, Hukum, sejarah dan Kebudayaan

Setiap Detik Adalah Kisah Kehidupan. Setiap Manusia Adalah Aktornya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sepiring Kata Pembuka

4 Maret 2021   07:30 Diperbarui: 5 Maret 2021   14:47 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di pelataran hari pagi itu awan abu bekerja ekstra menyirami bumi. Tanpa buru-buru, namun gigih menyuguhkan sejuk untuk penghuni bumi. Tak ada kicau burung, hanya ada gemercik air. Mungkin burung-burung di pagi itu berselimut mesra di balik anyaman jerami. Begitu pula Lelaki tanggung dibalik tembok dan jendela.

Pada tengah-tengah ruang sunyi. Di hadapan deretan buku-buku. Aku berpeluk lutut menahan dingin yang disuguhkan pagi. Aku tertidur di perpustakaan hanya beralaskan karpet berwarna merah saja. Di kakiku terbelit sarung kotak-kotak berwarna hijau, yang kemudian kutarik paksa sampai pinggang karena ku tak kuasa menahan dinginnya cuaca pagi.

Jam dinding masih berebut nyaring dengan suara hujan. Namun, jarum jam sudah menunjukan pukul 06.11 WIB.

Triliiiit Tit Tit, suara alarm berdering kencang di balik bantal cokelat. Getarannya mengganggu telingaku. Sontak saja aku terbangun, lalu tanganku menelisik ponsel yang kutaruh di balik bantal. Dering nada alarm ponselku semakin nyaring, aku segera melirik ponselku dengan tatapan mata sayu. Bangun anak muda, Impianmu tidak ada di dunia mimpi kubaca dengan jelas quotes motivasi di layar hp.

Di luar pembaringanku, hujan mulai mereda. Ia masih terkatung-katung oleh kantuk yang diterbawa sepoi angin setelah penghujan.

Tuk tuk tuk terdengar suara ketukan pintu di hadapanku. Sontak aku terbangun dan bersegera menghampiri lalu kutarik kunci pintu perlahan. Pintu terbuka, ternyata di hadapanku ialah Mas Gol A Gong. Ia sedari tadi berdiri di balik pintu, tangannya membawa sepiring nasi putih dan lauk pauk. Aku tak kuasa menatap menu yang Mas Gong bawa, ikan Nila balado dan oreg tempe balago.

"Iya mas," tanganku sembari melilitkan sarung di pinggang.
"Sarapan dulu Pik, tenang aja ini makanan baru ko Bukan sisa," ucapnya sembari tersenyum simpul.
"Iya Mas Makasih saya terima ya," jawabku dengan raut muka berbinar. Aku tak banyak bicara lagi, langsung mengambil sepiring nasi itu.

Tak lama kemudian, nasib sepiring nasi itu sudah berpindah menjadi penghuni lambung di pagi penghujan. Tidak seperti sarapan biasanya, ini adalah hari special bagiku. Sebab sepiring itu menjadi pengikat cita pertama, diantara Aku sebagai murid dan Mas Gong seebagai guruku dalam hal dunia kata-kata.

Sebenarnya bukan sepiring nasi dan lauk pauk yang membuatku senyum sumringah. Akan tetapi pertemuan pagi itu dengan Mas Gong yang membuatku berkesan. Karna itu kali pertamanya aku bisa mengobrol dengannya. "Semoga Sang Maha Baik selalu menyertai dan meridhoi segala hal baik!" gerutuku dalam hati.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun