Mohon tunggu...
Rino Muhammad Firmansyah
Rino Muhammad Firmansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Kepastian Hukum bagi Korban Malpraktik di Rumah Sakit Indonesia serta Beberapa Contoh Kasus dan Penyelesaiannya

11 April 2021   08:43 Diperbarui: 11 April 2021   08:54 11846
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Peristiwa tersebut sebenarnya terjadi pada awal November 2014, tetapi Pita baru melaporkan dugaan malpraktik itu sekarang. Ditambah lagi, sebenarnya pihak keluarga korban sudah mencoba melakukan diskusi dengan rumah sakit, tetapi tidak ada itikad baik dari pihak rumah sakit. Pita melaporkan dua dokter dan satu bidan rumah sakit tersebut atas dugaan kelalaian berat yang mengakibatkan kematian  (Marhaenjati, 2015).

Kejadian bermula ketika Pita datang ke rumah sakit tersebut untuk menjalani persalinan pada tanggal 7 November 2014. Sekitar pukul 21.00 WIB, Pita sudah bertemu dengan bidan dan diperiksa ada pembukaan (tahapan-tahapan proses terbukanya jalan lahir saat persalinan)  (Ulfah, 2020) dan bidan menyatakan masih baik-baik saja. Padahal, sudah ada pembukaan. Setelah jam 9 malam tidak ada kontrol lagi. Bahkan, saat pasien semakin sakit sekitar pukul 00.30 WIB, suaminya mencari perawat karena di sana tidak ada bidan. Baru pada pukul 03.00 WIB datanglah mereka dan terkejut. Pada saat kritis ketika pasien membutuhkan perawatan dan perhatian mereka tidak ada sehingga bayi tidak tertolong (Marhaenjati, 2015).

Dalam peristiwa tersebut, diduga telah terjadi malpraktik medis di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Andhika yang dilakukan oleh dua dokter kandungan TG dan HR serta satu bidan MN. Apabila dilihat dari kasus tersebut, TG, HR, serta MN diduga melakukan kelalaian berat (culpa lata) yang mengakibatkan bayi tersebut meninggal dunia sehingga apabila dilihat dari aspek pidana, dua dokter dan satu bidan tersebut dapat dikenai Pasal 359 KUHP terkait karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun. 

Dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2014 tentang tenaga kesehatan, dua dokter dan satu bidan tersebut dapat dikenakan Pasal 84 ayat (2) yakni terkait tenaga kesehatan yang melakukan kelalaian berat (culpa lata) dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

Di sini, berlaku asas lex specialis derogat legi generali yaitu penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus mengenyampingkan hukum yang bersifat umum. Apabila diterapkan dalam peristiwa ini, artinya, Undang-Undang Nomor 36 tahun 2014 tentang tenaga kesehatan adalah lex specialis dari Pasal 359 KUHP yang terkait kealpaan sehingga digunakan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2014 bagi dua dokter dan satu bidan tersebut.

Kemudian, Apakah Pasal 84 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 tahun 2014 tersebut merupakan Undang-Undang Pidana karena menjerat memidana pelaku dengan pidana penjara paling lama lima tahun? Jawabannya adalah benar, karena apabila ditelaah dari sumber hukum pidana, terdapat tiga sumber hukum pidana, di antaranya, KUHP, Undang-Undang Pidana di luar KUHP, serta Undang-Undang nonpidana, yang kemudian, Undang-Undang Nomor 36 tahun 2014 termasuk ke dalam Undang-Undang nonpidana yang memuat sanksi pidana.

Selanjutnya, apabila dilihat dari aspek perdata, umumnya aspek perdata malpraktik merupakan perbuatan yang diakibatkan oleh kelalaian ringan (culpa levis). Namun, tidak menutup kemungkinan untuk dapat menjerat pelaku malpraktik dari aspek pidana dan perdata pula. Dapat dilihat dari hubungan hukum antara dokter dan pasien dari sudut pandang perikatan hukum (ikatan antara dua atau lebih subjek hukum untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang selanjutnya disebut prestasi). 

Di sini, prestasi ialah kewajiban tenaga kesehatan untuk memperlakukan secara maksimal kepentingan pasien yang apabila dilarang, pasien dapat menggugat tenaga kesehatan tersebut yang berupa tuntutan dengan ganti rugi yang harus dipertanggungjawabkan oleh tenaga kesehatan tersebut dengan kriteria yang harus dipenuhi ialah melakukan perbuatan melawan hukum. Dalam bidang kesehatan, perbuatan melawan hukum dapat berupa tindakan yang bertentangan dengan asas kepatuhan, ketelitian, serta sikap hati-hati. (Sudibya, 2015).

Kemudian, harus dipenuhi juga unsur-unsur perbuatan melawan hukum pada Pasal 1365 KUHPerdata sehingga dapat diajukan gugatan terhadapnya. Dalam kasus ini, dua dokter dan satu bidan tersebut telah melakukan pelanggaran melawan hukum juga dengan menyatakan bahwa kondisi bayi masih baik-baik saja. Padahal, sudah ada pembukaan. Oleh karena itu, tenaga kesehatan tersebut tidak teliti dan tidak bersikap hati-hati dalam menangani hal tersebut.

Dengan demikian, dua dokter kandungan TG dan HR serta satu bidan MN dapat dijerat Pasal 84 ayat (2) yakni terkait tenaga kesehatan yang melakukan kelalaian berat (culpa lata) dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dari aspek pidana serta tuntutan ganti rugi karena telah melakukan perbuatan melawan hukum pada Pasal 1365 KUHPerdata dengan ganti rugi yang selanjutnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan terkait ganti rugi dari aspek perdata.

2.2. Kasus Malpraktik di Rumah Sakit Cut Nyak Dien (RSUD-CND), Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh, yang menyebabkan dua orang bocah meninggal dunia pasca disuntik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun