"Sampai ... kamu berhenti memanggilku 'mbak'!" sahutku tanpa menatap wajahnga.
"Serius? Apa itu artinya Mbak Naira .... eh!? Maksudku ... kamu ... mau menerima aku?" Hexam tersenyum, mendekatkan wajahnya ke arahku sembari menaikkan kedua alisnya. Sepertinya dia masih ragu dengan ucapanku.
Aku mengangguk perlahan. "Asal kamu mau berhenti memanggilku 'mbak'!" Aku mengedikkan bahuku.
"Gampang Mbak. Eh!? Maksudku... gampang! Aku bakal lakuin apa aja buat kamu."
"Serius?" sahutku menggoda.
"Iya. Tapi, jangan yang aneh-aneh juga. Yang wajar-wajar aja lah."
"Yang aneh-aneh itu yang seperti apa?" tanyaku sok polos.
"Yah ... seperti minta mobil mewah gitu."
"Jadi? Kalau aku minta mobil mewah, kamu nggak akan berusaha berjuang buat aku?"
"Ish! Nggak gitu maksudnya. Seandainya kamu beneran minta. Aku pasti berusaha keras mendapatkannya. Kalau nggak dapat ya terpaksa aku kasih brosurnya doang," celetuk Hexam.
"Kok brosurnya sih!?" Aku mencubit lengannya yang kekar.