Mohon tunggu...
Rin Muna
Rin Muna Mohon Tunggu... Penulis - Follow ig @rin.muna

Walrina Munangsir Penulis Juara Favorite Duta Baca Kaltim 2018 Pemuda Pelopor Kaltim 2019 Founder Taman Bacaan Bunga Kertas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ayam-ayamku

4 Januari 2019   04:59 Diperbarui: 4 Januari 2019   05:00 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ayam-ayamku ... kupelihara kamu sampai gendut-gendut lalu kupotong, kunikmati dagingmu sampai ke tulang-tulang. Betapa jahatnya aku ... bukan! bukan aku yang jahat, tapi pengabdianmu pada manusia yang begitu hebat. Tercipta untuk hidup sesaat demi kenikmatan manusia. Setiap hari tetap saja mengais mencari rezeki walau sang tuan sudah penuhi tempat-tempat makanmu sore dan pagi.

Andai aku jadi ayam, aku pasti sudah protes setiap kali dipotong dan dimakan. Aku pasti sudah mengajak teman-teman untuk demo pada manusia. Supaya aku jangan dimakan, supaya aku tetap hidup tenang dan nyaman. Tak diusik apalagi dipotong untuk santap pagi, siang dan malam.

Tapi, apa gunaku jika aku hidup tanpa manfaat. 

Ayam diciptakan untuk memberi manfaat pada manusia. Namun, tak semua manusia menyadarinya. Kalau setiap pagi ayam jantan sudah bernyanyi bersahut-sahutan untuk membangunkan manusia. Akan selalu seperti itu dan tidak kenal kata malas. Andai ayam jantan malas bangun pagi, tentunya ia tidak akan jadi ayam jantan, sudah pasti masuk ke dalam kuali jadi santapan.

Ayam betina akan bertelur dan berkembang biak. Punya banyak anak-anak sekaligus dan tahu cara mengurusnya tanpa harus diajarkan manusia. Siapakah yang mengajarkan ayam-ayam mengeram, sampai membesarkan anak-anaknya? Tentulah itu kekuasaan Allah ... Kalau anaknya sudah besar-besar, mereka tak akan mengenal ibunya begitu pula sebaliknya. Bahkan sering berebut makanan. Padahal waktu kecil, si ibu dengan rela memberikan makanan untuk anak-anaknya bahkan menjaganya dari bahaya apa pun. Tapi, ketika sudah besar anak-anak ayam harus bisa cari makan sendiri, menjaga diri dari predator termasuk manusia. Andai ayam betina malas untuk bertelus, sudah pasti masuk ke dalam kuali untuk jadi santapan.

Bagaimana jika ayam-ayamku protes ketika hendak dipotong? Yang rajin saja harus berakhir dikuali apalagi ayam yang malas?

Tapi, takdirnya memang seperti itu... ayam memang diciptakan untuk dinikmati manusia. Daripada hanya mati dimakan tanah, lebih baik mati dimakan manusia. Kemudian partikel-partikel tubuhnya berubah jadi protein, lemak dan gizi untuk memberikan kehidupan yang baik pada manusia. Itulah ayam-ayamku, mati bermanfaat tanpa ingin dipuja dan dipuji. Yang penting aku tidak kekurangan gizi.

Ayam-ayamku, pagi ini sudah ramai menyambut hari dan bangunkanku. Kuberi makan supaya gendut-gendut lalu kupotong jadi kaldu kuah Sop.

Terima kasih ayam-ayamku ... jangan menangis saat dipotong, karena kamulah perutku juga jadi gendut, tak kalah gendut dengan perut para koruptor.

Ditulis oleh Rin Muna

untuk ayam-ayamku

East Borneo, 04 Januari 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun