Rasanya kita tak asing dengan ungkapan "Life begins at forty" yang artinya "kehidupan dimulai di usia empat puluh". Sebenarnya ungkapan ini untuk menandai pemahaman bahwa saat kita berusia 40, mestinya menjadi titik awal bagi seseorang untuk mencapai kematangan, baik secara psikologis, emosional, maupun dalam hal karir dan kemapanan hidup.
Rasanya ungkapan itu juga bisa kita kaitkan dengan masa persiapan pensiun. Pensiun meski identik dengan "masa istirahat" tapi bagi sebagian orang juga menjadi sumber kekwatiran baru. Apa pasal?. Â Ketika kita belum mencapai kesejahteraan saat berusia tua, kita dihantui kekuatiran beban finansial saat beristirahat di masa tua.
Akibatnya banyak orang yang memaksa masih harus bekerja keras di masa istirahat saat pensiun tersebut. Tapi disisi lain, juga ada faktor hilangnya rutinitas yang bagi sebagian orang terasa menganggu. Sehingga meski sudah pensiun masih berkeinginan untuk tetap beraktifitas.
Hanya saja orientasinya bagi sebagian orang untuk mengisi waktu agar tetap produktif. Ketika memilih sebuah komitmen untuk "bekerja atau berbisnis" itu artinya juga ada konsekuensi yang akan timbul. Tapi karena orientasi kerja di masa istirahat hanya untuk mengisi waktu tidak terlalu menjadi beban.
Kata orang, sekarang bukan jaman susah kalau mau cari ide usaha. Makanya ketika mengingat masa pensiun mau bikin usaha apa, idenya malah biasanya kebanyakan, sehingga harus disaring dengan baik biar dapat ide yang paling tidak mendekati passion.
Tantangan Masa Pensiun
Memang masa pensiun sering kali dibayangkan sebagai waktu untuk istirahat, menikmati hidup, dan melepaskan penat setelah puluhan tahun bekerja. Tapi, bagi sebagian orang, justru di titik inilah muncul dorongan untuk kembali "hidup"---dengan cara yang baru, menjalankan usaha.
Tapi kira-kira apa bekal paling penting yang harus disiapkan sejak sekarang? Apakah pengalaman kerja selama ini cukup? Atau perlu belajar ulang, menambah skill, dan membangun mindset baru? Masa saat usia tua belajar lagi?
Tak bisa dipungkiri, pengalaman kerja bertahun-tahun bisa menjadi modal berharga. Kita sudah terbiasa dengan ritme kerja, mengatur waktu, berkomunikasi dengan orang, menyelesaikan masalah. Bahkan jika tidak secara langsung berhubungan dengan usaha yang ingin dijalankan, soft skill seperti disiplin, tanggung jawab, dan manajemen stres tetap sangat relevan.
Tapi dunia usaha juga punya tantangan yang berbeda. Tidak semua prinsip korporasi cocok diterapkan dalam bisnis kecil. Misalnya, dalam perusahaan besar, kita bisa mengandalkan tim keuangan, bagian produksi, dan bagian pemasaran. Tapi dalam usaha pribadi, semua itu mungkin hanya dikerjakan satu-dua orang. Maka dari itu, penting untuk belajar hal-hal teknis yang relevan---minimal di bidang keuangan dasar, pemasaran digital, dan manajemen stok.
Bahkan sampai urusan paling sederhana--tidak mencampur keuangan bisnis dan rumah tangga juga harus mulai diperhitungkan. Jika tidak malah sulit mengontrol bisnis yang sedang dirintis. Apalagi kalau cashflow bisnis bercampur dengan pengeluaran kebutuhan pribadi (prive).