"Ekonomi Tiongkok itu luas dan dalam, seperti lautan. Tarif Trump mungkin bisa meriakkan kolam kecil, tetapi tidak akan mengusik ketenangan samudra kami."
Pernyataan Presiden Xi Jinping ini bukan hanya retorika diplomatik. Ia adalah tamparan elegan yang menyadarkan dunia pada satu fakta penting bahwa ekonomi global telah memasuki era saling ketergantungan yang tidak bisa dipecahkan hanya dengan gertakan tarif.
Sesuatu yang sebenarnya harus disikapi dengan hati-hati ketika ingin "mengusik" fakta tersebut. Apa kaitannya yang paling krusial?. Bahwa yang paling merasakan dampaknya justru bukan raksasa-raksasa korporasi atau negara-negara adidaya---melainkan para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Amerika Serikat sendiri.
Memangnya darimana UMKM selama ini mendapatkan pasokan distribusi sebagian bahan baku industrinya?. Tidak seluruhnya dari dalam negeri. Beberapa negara justru menjadi mitra pemasok penting. Apapun jenis usahanya nyaris terhubung dengan kebutuhan permintaan barang dari negara lain.
Dalam jilid 2 kepemimpinan Trump lagi-lagi membuat "kegaduhan" yang didasari sikap kurang pertimbangan. Kebijakan tarif Trump yang mulanya dirancang sebagai senjata pamungkas untuk "menghukum" China justru berbalik arah seperti bumerang yang melukai tangan pelemparnya sendiri.Â
Ibarat gajah yang berkelahi semut yang terinjak jadinya.Â
Dan bagian yang paling dalam dari luka itu dirasakan oleh tulang punggung ekonomi lokal AS, UMKM!. Kalau sudah begini apa jalan keluarnya?. Apakah Trump secepatnya "menjilat ludahnya sendiri"?
"Perlindungan" yang Berakhir Menyesakkan
Tarif impor hingga 145% untuk produk-produk China seperti elektronik, suku cadang kendaraan, dan baja dimaksudkan untuk melindungi industri dalam negeri. Namun yang terjadi justru sebaliknya.
Dalam dunia yang begitu terintegrasi secara global, hampir tidak ada pelaku usaha kecil yang benar-benar mandiri dari rantai pasok luar negeri---terutama dari China, yang selama dua dekade terakhir menjadi pabrik dunia. Saya mempelajarinya dalam ekonomi pembangunan di awal kuliah, itu sudah lama sekali.
Sebagai contoh, banyak UKM di bidang otomotif kecil di negara bagian seperti Ohio dan Michigan sangat bergantung pada suku cadang murah dari China. Ketika tarif naik, harga bahan baku mereka melonjak drastis. Tapi apakah mereka bisa langsung menaikkan harga jual ke konsumen? Tentu tidak semudah itu. Pasar domestik tetap kompetitif, dan konsumen Amerika juga tidak serta merta bisa membayar lebih mahal hanya demi patriotisme ekonomi.
Akhirnya, para pemilik usaha kecil ini berada dalam posisi terjepit, bahan baku makin mahal, margin keuntungan makin tipis, sementara daya beli konsumen stagnan. Hasilnya? Banyak yang mulai merumahkan pegawai, mengurangi produksi, bahkan menutup usahanya. Ini bumerang yang melesat cepat menyerang pelemparnya sendiri.
Ironisnya, dalam berbagai pidato Trump yang membanggakan keberpihakan pada "pekerja Amerika" dan "pengusaha lokal," kelompok UMKM justru nyaris tak disebut.