Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat, Pemenang Lomba Artikel Aviasi Kompasiana 2025, Pemenang Artikel Kolaborasi Bersama Pakar-Kompasiana 2025.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Skor Kosong-Kosong, Jaga Hati dan Kata Usai Maaf Terucap

1 April 2025   09:07 Diperbarui: 1 April 2025   09:07 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
saling memaafkan dengan ikhlas-aliansi indonesia damai-aida

Skornya kosong-kosong ya, ujar Ibu rektor saat saya bersalaman dengan beliau usai khutbah idul fitri di masjid kampus. Sesama penghuni kampus kami berkesempatan untuk bersilaturahmi ketemu dengan banyak teman dan handai taulan setelah lama tak bertemu. Kadangkala karena jarak atau kesempatan yang sulit bisa menyatukan.

Lebaran menjadi kesempatan bisa bertemu dengan beberapa sahabat saat masa kecil karena sebagian dari mereka bisa pulang ke kampung halaman.

Ketika kita memberi maaf dan menerima permintaan maaf, jika selama ini kita memiliki skor kesalahan dengan ketulusan saling memaafkan skor kesalahan itu diharapkan bisa hilang. dan hati kita kembali menjadi putih dan bersih seperti makna idul fitri yang suci.

memaafkan diri sendiri-jawa pos
memaafkan diri sendiri-jawa pos

Dalam tradisi ketimuran silaturahmi, sungkeman menjadi salah satu cara mengungkapkan kata maaf. Bentuk tradisi yang menggabungkan rasa hormat, kebersihan hati, dan keinginan untuk memulai lembaran baru lebih dari sekedar tindakan fisik. Ungkapan hati yang ingin meredakan segala ketegangan, menghapuskan segala kesalahpahaman, dan menciptakan ruang bagi hubungan yang lebih harmonis. Terlepas dari tulus atau tidak, ikhlas atau tidak,  karena soal hati seperti dalamnya laut sulit di duga. Senyum di bibir bisa saja masih "manyun" di hati. Namun semua itu bagian dari perjalanan sosial kita untuk terus belajar dan berusaha menjadi lebih baik.

Lebih dari sekadar tradisi, maaf dalam tradisi ketimuran adalah refleksi dari nilai besar dalam agama Islam yang sangat mendorong umatnya untuk menjaga hubungan baik dengan sesama, terlebih lagi dengan kerabat dan orang tua. Permintaan maaf dan memberi maaf menjadi simbol pembersihan diri dan hati, yang merupakan inti dari makna Idul Fitri yang suci. 

Seiring berjalannya waktu, tentu tidak semua orang bisa memaafkan dengan sepenuhnya, atau bahkan memaafkan diri sendiri. Namun, tradisi ini tetap mengajarkan bahwa meskipun sulit, usaha untuk memberi maaf adalah usaha untuk mencapai kedamaian batin. 

Oleh karena itu, dalam momen Idul Fitri, meskipun "skor kesalahan" antara satu dengan yang lain mungkin tidak bisa benar-benar dihapuskan begitu saja, namun semangat untuk saling memberi kesempatan bagi kedamaian dan hubungan yang lebih baik selalu ada. Inilah yang membuat tradisi ini begitu berharga. Dalam setiap permintaan maaf dan pemberian maaf, ada harapan dan niat baik untuk membangun masa depan yang lebih baik, dengan hati yang lebih bersih.

memberi maaf pada diri sendiri-kompas lifestyle
memberi maaf pada diri sendiri-kompas lifestyle

Memaafkan Diri Sendiri?

Selama ini mungkin kita lebih fokus pada bagaimana urusan kesalahan kita dengan orang lain, tapi dengan diri sendiri mungkin tidak benar-benar menjadi fokus kita. Meskipun dalam konteks Idul Fitri sebenarnya memaafkan diri sendiri sebenarnya sangat relevan, bahkan menjadi bagian penting dalam proses spiritual dan sosial.

Ketika kita berusaha menerima kesalahan orang lain dan memaafkan, itu berkaitan erat dengan keikhlasan kita di dalam hati. Benarkah kita rela memaafkan kesalahan orang tersebut?. Sebab memaafkan sebenarnya bukan sesuatu yang mudah bagi sebagian orang. Apalagi jika kadar kesalahannya besar, karena bagaimanapun kalau sudah menyangkut "urusan" hati tetap tidak mudah.

Padahal membalas kebaikan dengan kebaikan atau keburukan dengan keburukan itu biasa, yang tidak biasa adalah membalas keburukan dengan kebaikan atau dengan kata lain kita berusaha memaafkan. Begitu intisari dari kutbah Idul Fitri kemarin di masjid kampus.

Idul Fitri, sebagai hari kemenangan setelah menjalani ibadah puasa, lebih dari sekadar perayaan. Ini adalah waktu untuk merenung, membersihkan hati, dan memperbaiki diri—baik dalam hubungan dengan sesama maupun dengan diri sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun