Rasanya tidak asing jika hampir setiap hari kita mendengar teguran dari ibu, baik dalam nada yang sedikit keras jika kita melakukan kesalahan atau melanggar disiplin berulang, atau hanya sekedar anjuran untuk melakukan kebiasaan baik.
"Sayang, tolong letakkan lagi di tempatnya ya, setelah selesai memakai guntingnya," ujar ibu ketika melihat gunting tergeletak setelah digunakan. Atau " Kan ibu sudah bilang, semua barang ada di lemari di garasi," begitu ibu mengingatkan ketika puterinya bertanya di mana mantel, senter, kotak benang.
Rasanya peringatan ibu itu sudah seperti text message yang otomatis berbunyi atau muncul setiap kali kita melakukan sebuah kesalahan atau melanggar disiplin. Banyak orang menyadarinya semua manfaat dari kasih sayang itu, jauh hari kemudian ketika menemukan pengalaman yang sama dalam kehidupan mereka.
Pembelajaran Tentang Kehidupan
Meskipun kadang-kadang ditanggapi dengan kejengkelan dari anak-anaknya, tapi seorang ibu seolah tidak pernah bosan memberikan nasehatnya, karena sebenarnya pesan pembelajaran tentang pembiasaan baik dan kehidupan itu adalah bentuk dari kasih sayang seorang ibu.
Bayangkan ketika seorang pergi ke luar kota karena bekerja, karena urusan keluarga, kemudian keluarga ditinggalkan. Anak-anak, yang biasa bergantung pada keandalan kerja seorang ibu tiba-tiba kehilangan sosok itu dan harus bertanggungjawab pada masing-masing kebutuhannya.Â
Karena jika hari normal, sang ibu akan bangun lebih dulu menyiapkan semua bekal  dan bahan sarapan sebelum membereskan urusannya sendiri. Dengan begitu banyak peran ganda, namun seorang ibu masih tetap bisa membereskan seluruh urusan rumahnya.
Tak banyak orang yang menyadari semua hal tersebut dilakukan seorang ibu sebagai bentuk kasih sayangnya. Sedang menunjukkan langsung sebuah pembelajaran tentang hidup yang sedang dibiasakan kepada anak-anaknya.
Dengan harapan kelak di suatu hari anak-anaknya akan menjadi lebih mendiri. Apalagi ketika mereka tinggal di tempat yang jauh saat studi-merantau, atau tinggal di asrama bagi anak-anaknya yang bersekolah di boarding school. Dan bahkan ketika dewasa nanti mereka semua menikah dan memiliki keluarga sendiri.
Saya teringat ketika pertama kali puteri saya masuk ke boarding school, malamnya ia menangis teringat saya. Meskipun merasa "kehilangan" saya berusaha menguatkannya untuk tetap bertahan. Setelah kunjungan rutin akhirnya ia terbiasa. Ia bercerita ternyata ia merasa kehilangan sosok ibu, padahal jika di rumah ia jarang bermanja-manja dan lebih sibuk bermain. Namun begitu jauh barulah ia merasakan kehilangan kehangatan sosok ibunya.
Cinta Seorang Ibu kepada Anak Perempuannya
Dulu saya menganggap setiap kali ibu menyuruh saya lebih sering dari saudara laki-laki lainnya, saya pikir ibu pilih kasih. Namun saya kemudian menyadari ketika ibu sakit hampir semua tanggungjawab mengurus rumah berpindah kepadaku. Saat itulah aku menyadari bahwa mengurus rumah itu berat. Namun dengan pembelajaran yang tidak saya sadari setiap harinya saat diminta membantunya membuat saya tidak kaget dan menjadi terbiasa dengan kerja-kerja di rumah.
Bahkan saya kemudian menjadi merasa risih jika rumah berantakan, atau tidak tersedia masakan yang baik di rumah. Dari rasa canggung di dapur akhirnya saya bisa menguasai banyak resep ibu yang luar biasa. Termasuk mengasuh adik-adik atau sekedar membantunya menyelesaikan pekerjaan rumah sekolahnya.
Ternyata begitulah ibu mengajarkan banyak hal tentang kehidupan sebagai seorang perempuan yang memang kompleks. Tidak hanya mengurus diri sendiri, tapi juga mengurus rumah, menjaga adik-adik, Tanggungjawabnya bukan hanya personal, tapi keluarga.