Hampir seperti kesepakatan bersama, jika jauh hari sebelum Hari Raya atau lebaran tiba, orang memulai ritual berbelanja. Alasannya mengejar diskon, adalah sesuatu yang jamak karena masa menjelang Hari Raya menjadi kesempatan para pedagang di pasar retail seperti supermarket, hingga pasar online memberikan diskon sebagai pemancing.
Berbelanja menjelang hari raya, khususnya sebelum Ramadan dan Idul Fitri, memang sering dikaitkan dengan fenomena diskon besar-besaran atau tradisi memberi hadiah. Namun, jika kita menggali lebih dalam, ada alasan lain yang tak kalah penting dan jarang dibahas.
Orang bahkan sekarang sudah makin cerdas dan kritis mengaitkannya dengan antisiasi kenaikan harga yang biasanya terjadi menjelang hari raya. Hal ini seringkali berulang setiap tahunnya, dan menjadi pertimbangan yang cukup rasional bagi banyak orang dalam mempersiapkan kebutuhan mereka.
Dalam ilmu ekonomi kita mengenal teori demand-supply atau permintaan dan penawaran. Kenaikan harga barang dan kebutuhan pokok seringkali terjadi menjelang Ramadan dan Idul Fitri karena adanya lonjakan permintaan yang signifikan. Pedagang, baik di pasar tradisional maupun modern, cenderung menaikkan harga sebagai respons terhadap permintaan yang lebih tinggi.Â
Tak jarang pula ada kebijakan dari pemerintah atau distribusi yang kurang optimal yang memperburuk situasi tersebut. Atau dalam kasus yang lebih parah berkaitan dengan kejahatan para produsen atau penjual yang menimbun barang sebelum hari raya untuk mendapat keuntungan yang berlipat ganda.
Kondisi ini menambah kecemasan di kalangan konsumen, terutama bagi mereka yang memiliki anggaran terbatas. Dalam konteks ini, berbelanja lebih awal menjadi strategi cerdas untuk menghindari pembelian dengan harga yang lebih tinggi beberapa minggu kemudian.
Namun, alasan lain yang tidak kalah menarik untuk dibahas adalah fenomena psikologis yang mendalam terkait dengan rasa "keterhubungan sosial" dan "persiapan mental" menjelang hari raya.Â
Berbelanja sebelum hari raya tidak hanya soal memenuhi kebutuhan fisik, tetapi juga sebagai upaya untuk mempersiapkan diri secara emosional. Hari raya sering kali dipandang sebagai waktu untuk mempererat hubungan keluarga dan komunitas, dan ada semacam ritual sosial yang melibatkan berbagi makanan, pakaian baru, atau hadiah.Â