Mohon tunggu...
susi respati setyorini
susi respati setyorini Mohon Tunggu... Guru - penulis

Pengajar yang gemar menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ramadan Cinta

4 Mei 2021   03:27 Diperbarui: 5 Mei 2021   03:19 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
by Canva/olahan pribadi

Ah, omong kosong. Itu hanya ada di dunia khayalan atau cerita fiksi saja. Kisah rekaan para penulis novel. Senyatanya, cinta dan segala pernak-perniknya tak seindah cerita gubahan mereka. Cinta yang tersaji bak sinetron cinta itu, jauh berbeda dengan dunia nyata. Cinta penuh tipu muslihat.

***

"Coba jelaskan sama aku, kenapa kamu putuskan aku, Mas?" Gemetar suara Intan terdengar jelas.

"Aku nggak punya penjelasan apa pun, Tan. Maaf." Guntur menunduk.

Jawabannya barusan, hanya membuat Intan makin emosi. Kedua tangan Intan mengepal. Sejenak dia berusaha mengemas semua jawaban Guntur selunak mungkin. Dia menyadari, sebulan sebelum kepindahannya ke Semarang, Intan sudah merasakan perubahan pada diri Guntur. Alih-alih dia ingin bertanya, justru dia mendapat jawaban mengejutkan. Guntur menyudahi hubungannya dengan Intan.

Guntur, pemuda jangkung yang hatinya pernah menjadi prioritas Intan, yang hatinya 'dimenangkan' di samping hati yang lain. Ternyata, satu tahun menjalin kedekatan, Guntur belum juga menunjukkan iktikad baiknya. Intan pikir pria bernama Guntur Pamungkas ini punya nyali besar untuk melamarnya. Minimal mengenalkannya pada keluarga besar Aji Pamungkas. Intan salah, Guntur tak sehebat namanya.

Saat itu, Intan mampu menguasai hati dan perasaannya. Semua jawaban tersirat dari sikap Guntur. Sepertinya gadis itu tak membutuhkan penjelasan lagi sesudahnya. Dengan santun dia berpamitan. Ada semacam bisikan yang mengatakan: lepaskan Guntur, dia bukan pria baik; relakan dia pergi, kamu berhak mendapat pria yang jauh lebih baik.

Tiada tangisan mengiringi perpisahan mereka. Semuanya berlalu begitu saja. Intan mengikhlaskan pria itu tanpa deraian air mata. Meskipun tanpa senyuman, batinnya justru dilengkapi kelegaan. 

***

Intan baru saja menyelesaikan makan sahurnya. Piring kotor di meja makan sudah dikemas. Intan berencana kembali ke kamar untuk menyelesaikan tadarusnya. Namun, panggilan Ibu lebih dulu mencegat langkahnya.

"Nduk, sini." Ibu mengawai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun