Pria yang dulu kupanggil Kokoh Handi itu tak melanjutkan kalimatnya.
"Seperti katamu tadi, sebenarnya ini cuma kisah cinta anak sekolah, cinta monyet yang sama sekali nggak penting untuk dibahas ulang. Tapi, aku dihantui rasa bersalah. Aku tidak ingin menyesal sebelum aku mengatakan yang sesungguhnya. Kamu terima atau tidak, bukan masalah buatku. Kamu sudah tahu, itu cukup bagiku. Aku lega."
Sebenarnya buat apa aku menangisi ucapannya? Kalau aku menganggapnya bukan hal penting kenapa aku merasa kesal dan sakit hati mendengarkan alasannya? Apakah aku mendendam? Apa untungnya buatku mendendam. Sekalipun akhirnya ketauhidan mengubah jalan hidupnya. Jalan yang dulu berbeda dan menjadi satu-satunya alasan meninggalkan aku.
Tartil di penghujung sepertiga malam menyatukan setiap doa yang diam-diam dilantunkan. Melangitkan nama yang masih tertinggal di dasar hati.
"Mendoakan adalah cara mencintai paling rahasia"
(@tausiyahcinta)