Aku tersenyum mengingat cerita itu karena aku termasuk salah satunya. Aku akan menangis jika Bibi tiba-tiba tak terlihat.
"Non masih ingat Baiq?"
"Baiq yang tinggal di belakang kompleks? Yang dulu sering nangis kalau mulai menggambar?"
Bibi tertawa dan mengangguk mantap.
"Cengeng sekali anak itu. Di mana ya dia sekarang?"
"Dia sakit, Non. Dibawa ke Semarang."
Mataku membulat. Sakit? Seperti bisa menebak pertanyaanku, Bibi pun menjelaskan.
"Dia jadi murung setelah ibunya meninggal."
Embusan napasku terasa berat. Aku tertunduk lesu. Pasti Baiq sayang sekali dengan ibunya, sampai-sampai ia depresi. Kehilangan memang meninggalkan duka sekaligus luka. Berusaha ikhlas, tetapi bukan perkara mudah.
"Non, udah malem. Istirahat dulu besok disambung lagi."
Part berikutnya