Kening Galuh berpeluh. Mulutnya masih tertutup plester hitam. Tangannya terus meraih tangan Rasya yang melemah. Kedua tangannya juga berkeringat. Setelah sehari semalam Galuh dan Rasya terikat, Galuh berusaha bertahan. Sementara Rasya lemah dalam ikatannya.
Langkah kaki diseret dan bunyi ketukan tongkat terdengar makin mendekat. Dada Galuh makin berdebar. Matanya melotot tajam dan mencoba berteriak kencang tapi terhalang plester di bibirnya.
Tangan pria renta itu menggenggam kepala tongkat. Sweter rajutnya menutupi tubuh yang makin ringkih.
Mataku lancang menelusuri  sweter, yang pernah ia lihat. Mata Galuh terbuka. Tangannya digerakkan paksa. Sepertinya Galuh ingin menyerang pria bertongkat itu.
Pria renta berwajah tegas itu mundur selangkah. Dia menatap Galuh dengan tajam.
Selangkah ia maju mendekati Galuh yang terus meronta. Mata Galuh memerah penuh amarah. Dahinya basah karena peluh.
"Arrgh ...." erangan Galuh terdengar.
Tongkatnya diacungkan ke arah kening Galuh. Galuh berhenti meronta. Hanya tersisa tarikan napasnya yang turun naik.
Mata mereka saling tatap. Galuh terdorong amarahnya sehingga naoasnya makin memburu. Cukup lama mereka  bertatapan.
Tangan kiri pria itu menarik paksa  plester hitam di mulut Galuh.
"Aw ...!"