Mohon tunggu...
susi respati setyorini
susi respati setyorini Mohon Tunggu... Guru - penulis

Pengajar yang gemar menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tagihan Pertama Pak Anies-Sandiaga

19 Oktober 2017   22:13 Diperbarui: 19 Oktober 2017   22:26 574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
mtaustin-p.schools.nsw.edu.a

Baru tiga hari menduduki singgasana tertinggi di provinsi DKI Jakarta, tagihan demi tagihan datang silih berganti. Yah, efek berjanji sudah pasti ditagih, kan?

Reklamasi salah satunya. Proyek yang katanya mega proyek termegah dan terbesar di dunia. Banyak kontroversi dalam proyek ini. Yang paling bikin bingung adalah 'tanam cabut' peraturan tentang reklamasi. Peraturannya mana ya yang dipakai? Ada yang diterbitkan terus ada yang dicabut.

Sampai di sini, analog dengan siswa yang tadi dipanggil guru BK. Dua siswa laki-laki ini telah melakukan pelanggaran sekolah. Dalam sebuah kegiatan sekolah, saat razia mereka kedapatan membawa sebungkus rokok. Tak penuh isinya. Cuma cukup untuk mengisi buku poin pelanggarannya.

Setelah rokok, pelanggaran berikutnya adalah 'melawan guru', mengubah model celana dan jumlah alpa nya sudah mencapai angka fantastis. Waduh, kena pasal berlapis anak ini. Tapi begitulah, 'siswa' yang unik ini mengoleksi poin. Tak jarang mengantarkannya menuju gerbang sekolah dimana mereka pertama kali masuk. Alias dikeluarkan.

Peraturan sekolah adalah peraturan yang dibuat oleh sekolah sebagai lembaga pendidikan. Peraturan disusun antara lain untuk mengatur dan membatasi sikap dan perilaku siswa selama proses belajar mengajar di sekolah. Tujuan penerapan peraturan sekolah jelas agar seluruh warga sekolah mengetahui tugas, hak dan kewajibannya. Serta melaksanakannya sehingga kegiatan sekolah berjalan lancar dan baik.

Setiap peraturan memiliki sanksi apabila peraturan dilanggar oleh warga sekolah. Tak terkecuali dua orang siswa yang berada di kursi pesakitan ruang BK. Setelah dihitung-hitung 'tabungan' poinnya sudah lumayan.

Jika pelanggaran terus terjadi dan sudah masuk red line atau pelanggaran berat, bersiap menghadapi sidang dewan guru. Nasibnya ditentukan di sana. Tetap di tempat atau silakan pindah sekolah.

Biasanya kepala sekolah bukan satu-satunya penentu keputusan, dan membawanya ke forum dewan guru. Demokratis, bukan?

Kembali ke tagihan pertama Pak Anies. Sebenarnya peraturan dibuat untuk dilaksanakan, bukan untuk dilanggar. Dan jika ada pelanggaran baik ringan maupun berat, ya segera ditindak. Semudah analogi saya di atas.

Sebagai pemegang kendali pemerintahan provinsi, Pak Anies dan Pak Sandiaga memiliki kekuasaan untuk membawa kemana pelanggaran-pelanggaran yang mungkin sudah banyak terjadi. Apakah 'tanam-cabut' peraturan kembali, atau cara demokrasi  atau otoriter sekalipun. Tongkat kepemimpinan ada pada bapak berdua.

Selamat bekerja dan membayar 'janji'.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun