Pagi di hari Senin, 31 Agustus 2021. Saya kembali ke sekolah dengan perasaan yang siap. Saya menghadap kepala sekolah yang terlihat ramah. Percakapan berlangsung santai. Namun ditengah obrolan, saya mulai meragukan kelanjutan kegiatan saya, menimbang obolan yang dibawa kepala sekolah berangsur tidak menyenangkan.
“ada baiknya, adinda coba dulu untuk melanjutkan kegiatan di SDN beralamat ini ya..” sambil menunjuk kebelakang saya, yang bertanda bahwa disamping sekolah ini ada SD lain.
“karena saya khawatir, hasil yang diperoleh dari SD ini tidak sesuai dengan harapan nanti..”
“wat?”
Saya mencoba bersikukuh, apakah saya benar-benar ‘tidak bisa’ KKN di sekolah ini. biar begitu Kepala Sekolah tetap dengan pendiriannya.
Usai percakapan, dengan tetap memasang wajah ramah, saya keluar dari ruang kepala sekolah dengan perasaan pasrah. Meminta izin ke Bu Wulan untuk pamit undur diri, ia langsung keheranan.
“Lho? Engga jadi?”
Saya menjelaskan kronologi percakapan bersama kepala sekolah. Tampak wajah Bu Wulan yang tidak setuju dengan pernyataan saya untuk minggat lagi ke sekolah sebelah.
“Coba biar saya bicara dengan kepala sekolah.” katanya. Meskipun saya merasa peluang untuk kembali kecil, saya merasa ada pembelaan di sisi saya.
Kepala sekolah terlanjur pergi. Sepertinya ia sedang buru-buru keluar.
Untuk membantu, Bu Wulan mencoba menghubungi Kepala Sekolah sebelah akan keinginan saya untuk mampir. Kepala Sekolah sebelah mengizinkan.