Hanya saja entah apakah karena kelamaan berada di rumah dan tidak mengikuti kegiatan kemahasiswaan manapun, saya merasa kikuk selama pembicaraan. Beberapa jawaban saya meleset dari pertanyaan. Suasana semakin kaku. Deg, saya merasa tidak akan diterima.. ah suasana ini membuat saya seolah-olah seperti orang tua siswa yang sudah tiga bulan telat membayar uang sekolah bulanan. Setelah pamit saya meninggalkan ruang tata usaha dengan perasaan tidak enak.
“Nanti.. akan saya coba sampaikan ke kepala sekolah ya.. Nanti saya akan berkabar kalau sudah diterima..”
Hingga pagi keesokan harinya, saya belum memperoleh kepastian apapun. Meski saya sudah bilang kalau saya membutuhkan kepastian segera. Digantung.
Meskipun saya berusaha agar tidak berprasangka yang macam-macam, saya tidak menyangkal kalau mereka sampai tidak menerima ajuan saya.
Di hari Jum’at, 27 Agustus 2021, saya kembali mengajukan surat ke sekolah lain. Kali ini ke sebuah SD negeri, sesuai saran ibu saya.
Begitu disana, keadaan sepi.. hanya ada tiga orang guru disana. Wajar, hari Jum’at, ditambah keadaan bahwa pandemi membatasi kegiatan sekolah. Di ruang guru, saya disambut oleh seorang guru kelas 6. Bu Wulan namanya. Melihat saya mengenakan almamater berwarna biru-keabuan, ia langsung menimpali.
“Dari UPI ya? Ada keperluan apa?”
Melihat saya bergeming, Bu Wulan kembali melanjutkan.
“Ohya, saya dulu juga di UPI, jurusan PGSD..”
Belajar dari pengalaman sebelumnya, ditambah perasaan kesamaan latar belakang kampus, membuat saya lebih santai untuk menyatakan tujuan saya. Bu Wulan menganggu-angguk paham. Dengan percakapan yang tidak lama, saya diizinkan oleh guru-guru disana untuk melanjutkan kegiatan kkn saya. Saya meninggalkan ruangan dengan perasaan gembira. Namun satu hal sedikit lagi yang perlu diselesaikan: meminta izin ke kepala sekolah, berhubung beliau tidak hadir di sekolah hari itu. Saya akan kembali membawa surat pengantar di hari Senin.
-