Tiada ujian berupa pengorbanan yang lebih hebat dari seorang manusia selain pengorbanan nabi Ibrahim yang harus menyembelih anak kandung yang begitu dicintainya.
Bagi kita, berqurban seekor hewan (domba, sapi, maupun onta) sangat tidak sebanding dengan pengorbanan yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim.  Maka tidak ada alasan bagi kita untuk tidak menunaikan qurban, kecuali bagi mereka yang 'tidak beriman' atau ‘tidak berkemampuan’
"Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berqurbanlah." (QS. Al Kautsar 1-2)
Hakekat qurban sesungguhnya adalah 'pengorbanan' terhadap kecintaan dan kesenangan duniawi untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt (taqwa).
Ritual qurban, sesuai historis adalah diperintahnya nabi Ibrahim oleh Allah melalui mimpi-mimpinya untuk menyembelih (mengorbankan) Ismail, putranya yang amat ia cintai. Â Ismail adalah seorang putra yang lahir setelah berpuluh-puluh tahun ia dambankan kehadirannya di dunia. Â Sehingga tidaklah mengherankan bila Ibrahim begitu sangat mencintai Ismail melebihi apapun yang ada di dunia.Â
Dari situ maka Allah sesungguhnya sedang menguji, seberapa besar cinta Ibrahim kepada Ismail dibanding kepada Tuhan-nya. Meskipun begitu hebat kesedihannya, namun karena keta'atan dan keikhlasan Ibrahim (dan juga kesediaan Ismail) memenuhi perintah Allah Swt, maka luluslah ia dari ujian Allah dan digantilah perintah qurban itu dengan seekor domba.
Bagi kita perintah berqurban sesungguhnya merupakan satu indikator, apakah kita termasuk golongan orang yang beriman ataukah golongan orang yang kufur nikmat. Â Semakin besar karunia nikmat Allah yang kita terima maka semestinya semakin besar pula nilai qurban kita. Semua berpulang kepada diri kita masing-masing.
Dengan meneladani ketaatan dan ketulusan hati Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail dalam peristiwa qurban, semoga menjadikan kita sebagai hamba Allah yang ikhlas dalam berqurban demi mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Selamat Idul Adha 1440 H.