Mohon tunggu...
Rindang Ayu
Rindang Ayu Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu rumah tangga mulai menekuni bidang sosial keagamaan

Wanita jawa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Zakat Profesi, Solusi Persoalan Perhitungan Fiqih Konfensional Zakat Mal

7 Mei 2019   13:17 Diperbarui: 10 Juli 2020   21:11 645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
diolah dari masjidbilald.org

Sebuah persoalan, Fulan seorang insinyur muda, memulai bekerja di sebuah perusahaan eksplorasi minyak lepas pantai berpenghasilan 40 juta rupiah sebulan. Karena pengeluaran biaya hidup yang tinggi di kota besar, serta cicilan mobil dan investasi rumah masa depan, maka ia mampu menabung 4 juta rupiah sebulan. Sehingga dalam setahun tabungannya sebesar : 12 x 5 juta rupiah = 48 juta rupiah. 

Pertanyaannya, berapa rupiah fulan harus mengeluarkan zakat mal?   Bila mengikuti kaidah fiqih dengan haul dan nisab 85 gram emas, maka perhitungannya adalah : 85 gram x Rp. 615.000 / gram = Rp. 52.275.000,-  Berarti tabungan Fulan setahun (48 juta rupiah) masih dibawah nisab (52,275 juta rupiah). Apakah Fulan tidak dikenai kewajiban membayar zakat mal?

Rasanya tidak nalar dan tidak adil bila penghasilan Fulan yang sebesar itu tidak dikenai kewajiban zakat.  Lantas bagaimana seharusnya?  Berdasarkan ijtihad para ulama masa kini, perhitungan zakat mal bagi Fulan mesti menggunakan kaidah Zakat Profesi.  Berikut penjelasan singkat tentang zakat profesi.

Zakat Profesi

Zakat Profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi (hasil profesi) bila telah mencapai nisab. Profesi tersebut misalnya pegawai negeri atau swasta, konsultan, dokter, notaris, akuntan, artis, dan wiraswasta.

Zakat profesi merupakan ijtihad para ulama di masa kini yang berangkat dari ijtihad yang cukup memiliki alasan dan dasar yang kuat. Di antara ulama kontemporer yang berpendapat adanya zakat profesi ialah Syaikh Abdur Rahman Hasan, Syaikh Muhammad Abu Zahrah, Syaikh Abdul Wahab Khalaf, dan Syaikh Yusuf Qaradhawi.

Mereka berpendapat bahwa semua penghasilan melalui kegiatan profesi seperti dokter, konsultan, seniman, akuntan, notaris, dan sebagainya, apabila telah mencapai nisab, wajib dikenakan zakatnya.

Para Peserta Muktamar Internasional Pertama tentang zakat di Kuwait pada 29 Rajab 1404 H/30 April 1984 M juga sepakat tentang wajibnya zakat profesi bila mencapai nisab meskipun mereka berbeda pendapat dalam cara mengeluarkannya.

Hasil Profesi

Hasil profesi merupakan sumber pendapatan orang-orang masa kini, seperti pegawai negeri, swasta, konsultan, dokter, dan notaris. Para ahli fikih kontemporer bersepakat bahwa hasil profesi termasuk harta yang harus dikeluarkan zakatnya, mengingat zakat pada hakikatnya adalah pungutan harta yang diambil dari orang-orang kaya untuk dibagikan kepada orang-orang miskin di antara mereka (sesuai dengan ketentuan syarak).
Walaupun demikian, jika hasil profesi seseorang tidak mencukupi kebutuhan hidup (diri dan keluarga)nya, ia lebih pantas menjadi mustahiq (penerima zakat). Sedang jika hasilnya sekadar untuk menutupi kebutuhan hidupnya, atau lebih sedikit, ia belum juga terbebani kewajiban zakat. Kebutuhan hidup yang dimaksud adalah kebutuhan pokok, yaitu pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, dan biaya yang diperlukan untuk menjalankan profesinya.

Dasar Hukum

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun