Mohon tunggu...
Rinawati Acan Nurali
Rinawati Acan Nurali Mohon Tunggu... Editor - Suka jalan, siap mendengarkan, suka. Suka-suka.

Sebagai warga yang baik, selalu ingin berbagi setidaknya lewat tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perempuan Tengah Malam

13 Juni 2021   11:48 Diperbarui: 13 Juni 2021   11:54 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ingatan adalah sebuah luka yang paling menyakitkan, ketika ia datang menghampiri jiwa yang membisu diam tanpa kata.

Ketika ingatan semula hanyalah serpihan-serpihan  yang tak utuh, kini ia mengubahnya menjadi  nyata. Mimpi-mimpi yang selalu bermain dan menganggu malam-malam panjangku, kini ia menjelma nyata bersama tawa, wangingya, bahkan aroma tanah yang dibasahi hujan pun tercium olehku. Ingatan adalah candu yang menggairahkan juga mematikan; sangat kejam, lebih parah dari seorang penjahat dan pamakai narkoba. Ia tega menghadiahkan kembali potongan-potongan itu menjadi utuh, disaat malam menyambut dan raga mulai memintal segala mimpi yang indah. Namun ia hadir dengan bingkisan kado yang besar, senyum yang sinis ditengah remang dan sunyinya malam, ia mulai merenggut segala ketenangan yang ada bersamaku. Ia bahkan mampu membuatku jatuh terjerembab di dalam halusinasiku. Berbagai cara telah ku lakukan. Berdamai dengan mimpi dan harapan, berlari bersama bayangan di gelapnya malam, namun semua adalah kesia-siaan. Ia tetap membuntutiku, merubah dirinya menjadi makhluk  lain yang berperan layaknya seorang aktris dengan adegan romantis---ia hadirkan hasrat  yang terselip dijiwa. Dengan sedikit bumbu dalam kenangan masa lalu.

Apakah aku telah berdamai dengan mimpi, ataukah ini hanya topeng pengalihan untuk alasan aku telah keluar dari semua realitas mimpi dan harapanku. Pertanyaanku jelas tak akan kudapatkan jawabannya, jika aku masih asik bersama dengan kenangan-kenangan masa laluku, apakah aku harus berlari ataukah aku harus menghilang dibalik pekat dan gelapnya malam.

Ketika raga telah lelah mengumpulkan semua tenaga yang berhamburan, berceceran dilantai semesta. Semangatpun mulai digoda oleh pesimis yang setiap saat hadir ia bahkan tak pernah padam, selalu berkobar bersemayam dalam tiap inginku. Semua yang telah dilakukan seakan hanyalah kenihilan untuk terlepas dari bayang-bayang hitam kenangan, namun cahaya jiwa kembali mengingatkan terus menyemangatiku untuk bisa terlepas dan berdamai dengan masa yang kelam. Apakah ini langkah yang baik untuk jujur pada diri jika aku tak lagi sanggup untuk berlari dari masa lalu yeng terus mengejar. Tidak, dia bukan mengejar. Dia selalu ada bersamaku, bersama diriku. Dia ada denganku, dia ada bersama dengan jiwaku. Bagaimana mungkin dia bisa mengejar dengan seribu wajah yang ia hadirkan selalu mendahului ku, dia ada didepanku, disampingku, dibelakangku dan dia ada dimana-mana. Dia tidak pernah terlapas dariku. Dia tidak akan pernah lepas dari raga dan jiwaku. Ingatan-ingatan itu akan selalu bersama diriku, bagaimana, sehebat apa pun caranya aku berusaha. Dia tiak akan meninggalkan diri dan jasadku.

Lantas buat apa dengan sekuat tenaga aku berlari, jika dia tetap mendahuluiku. Untuk apa aku bersembunyi, jika nyatanya diapun menemukanku. Kepada siapa kulambaikan bendera putih, kepada siapa kutujukan tanda perdamaian itu. Dia bukanlah wujud yang terpisah dari raga dan jiwaku, Dia adalah satu yang utuh bersamaku. Untuk apa kukorbankan seluruh tenagaku, jika ia  memang sedari awal selalu bersamaku, dan akhirnya Dia-pun juga akan selalu bersamaku. Kepada siapa sebenarnya aku harus marah, kepada ingatan yang menjadi luka. Atau kepada waktu yang mempertemukan aku dengan segala kenangan-kenangan itu. Aku membenci diriku layaknya membenci semua kenangan yang singgah dalam otak kepalaku, aku melakukan apapun untuk menghilangkan semuanya, bekerja hingga lupa pada diriku sendiri. Meninggalkan desaku, tempatku dilhirkan. Bertahun-tahun lamanya ku menghilang namun akhirnya aku kalah pada waktu yang terus menarik-narik, membawa diriku kembali kepada masa kelamku. Kembali ketempat yang membuat aku harus menjadi orang yang benar-benar harus hilang ingatan.

Namun tempat ini kembali mengajarkanku, untuk berdamai dengan jiwaku. Mungkin serpihan cahaya itu masih ada tersimpan ditempat ini, ditempat yang memuakkan ini. ia ingin menunjukkan satu hal kepadaku, bahwa tempat ini masih menyimpan berjuta kebaikan yang harus diambil dan tata kembali. Bukannya kenangan itu yang menjadikan aku lemah, dan berhasrat untuk melupa. Tetapi kepada siapa yang menjadi akhir dari tujuan penderitaan yang terus menghantuiku. Aku tahu, dosa terbesar yang telah kuperbuat hanyalah merusak kesucian jiwaku. Dengan menutupi segala kesalahan, bersembunyi dari kebenaran. Ini tidak akan membuatku tenang, hanya akan menjadi beban dalam diri. Dia memunculkan dirinya setelah aku benar-benar menyerah dan pasrah pada ketentuannya. Aku telah menyerah, bendera putih ini kuberikan padamu. Ini adalah jalan ku, ini juga yang akan menjadi penuntunku. Aku telah menyerah.

Kulangkahkan kakiku, berkeliling menghampiri dinding-dinding waktu yang terus berputar. Warna dinding yang hijabnya mulai memudar, dinding hitam itu perlahan-lahan menjadi kelabu, lalu menjadi putih, bingkai-bingkai kenangan itu seakan berderet rapi menjadi sebuah lingkaran ruangan. Sebuah suara seolah tersenyum dan menyapaku, semua begitu ramah kepadaku. Warnanya kini benar-benar menghilang, menjadi warna yang penuh dengan ragam warni yang menemani keramahan kenangan itu. cahaya kini bersinar ditempat ini, apakah aku benar-benar telah berani membuka diriku. Apakah aku benar-benar telah siap menghadapi semua kenyataan. Mereka semua menyambutku, ini adalah hari terbesar dalam hidupku. Semua ingatan-ingatan itu kini menjadi serpihan cahaya yang berhamburan diudara, menerangi segala yang ada. membuat diriku berani untuk memintal kembali mimpi yang pernah usang, tak lagi untuk lari dan bersembunyi dari segala kenangan yang memilukan. Aku berdamai dengan diri dan segala kenanganku, aku selalu akan mencintai diriku. Aku tak pernah untuk sendiri, bayanganku selalu bersamaku, sang maha kebaikan Dia selalu ada didekatku bahkan selalu bersamaku. Kesempurnaan diriku adalah seluruh dari kepercayaan terhadap diriku, aku tak akan lagi untuk menyalahkan segala yang telah terjadi. Maka sambutlah semua dengan penuh suka cita, untuk melepas semua kebodohan yang pernah terlewati.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun