Mohon tunggu...
Rina Susanti
Rina Susanti Mohon Tunggu... Penulis - Mama dua anak yang suka nulis, ngeblog dan motret. Nyambi jualan kopi dan jualan anggrek/tanaman hias. Bisa intip blog saya di www.rinasusanti.com

Mama dua anak, penulis lepas dan blogger. www.rinasusanti.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Memutus Rantai Kemiskinan dengan Pendidikan dan Kesehatan

2 Maret 2019   16:00 Diperbarui: 2 Maret 2019   16:00 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
indonesiabaik.id (Instagram)

Satu dari sekian kalimat yang dilontarkan ibu yang saya ingat dengan baik adalah,"Nu penting mah sakola." Yang artinya, "Yang penting itu sekolah."

Kalimat yang kerap diungkapkan Ibu bukan hanya pada kami juga pada bapak kalau beliau pusing dan menunjukkan tanda -- tanda menyerah karena tidak sanggup membiayai kami sekolah, padahal waktu itu anak -- anaknya  baru sekolah setarap smp dan sd. Oh ya saya  5 bersaudara dan waktu itu tahun 1990 an jadi belum ada  sekolah negeri gratis seperti sekarang. Penghasilan Ibu dan Bapak saya dari berjualan aneka kue dan gorengan yang dititip di warung -- warung dan kantin sekolah, jadi walaupun anak -- anaknya baru smp dan sd, cukup berat.

Keadaan ekonomi kami waktu itu  memang sulit. Tidak heran jika Ibu selalu berucap, "Bisa makan dan sekolah saja sudah untung."

"Kalau sekolah punya ilmu, bisa mencari kerja. Kalau ga sekolah ga punya ilmu mau kerja apa?" nasehat Ibu saat menyemangati kami untuk tetap sekolah walaupun uang spp nunggak berbulan -- bulan atau karena sepatu dan tas  yang sudah bolong. Diam --  diam saya mengagumi Ibu, yang tanpa malu dan sungkan menghadap pihak sekolah, meminta tempo pembayaran spp agar kami bisa ikut ulangan.

Setelah saya berkeluarga dan memiliki anak, Ibu memberi nasehat pada saya, "Anak itu harus diperhatikan perut dan otaknya."

Diperhatikan perut artinya diberi makanan bergizi. Diperhatikan otaknya artinya dibekali ilmu.

Makan bergizi ga harus mahal lho, ini yang saya rasakan berdasarkan pengalaman, walaupun ekonomi kami sangat terbatas, seingat saya pantang bagi Ibu memberi kami makan kerupuk dan nasi saja. Minimal ada sayuar bayam/kangkung dan potongan telur dadar dengan resep special  2 telur ditambah dua sendok makan terigu, sedikit air, kocok lalu dadar, lalu potong rata jadi 5 atau 7. Dan kami melahapnya dengan suka cita. Tanpa merasa miskuin karena Ibu selalu berkata ini lebih bergizi dari pada jajan. Yang penting halal dan hasil keringat sendiri, nasehat Ibu.

Ibu selalu meyakini, bahwa pendidikan dan makanan bergizi bisa menjadi pemutus mata rantai kemiskinan. Keyakinan Ibu menjadi doa untuk kami, dengan ilmu kami anak -- anaknya bisa mandiri dan memiliki kehidupan lebih baik dari Ibu.

Intinya jangan pernah menyerah pada keadaan, saat saya akhirnya bisa sekolah sampai ke jenjang perguruan tinggi, bukan tanpa drama, bagaimana Ibu berusaha mencukupi biayanya karena keempat adik saya pun harus sekolah..  Sekali lagi kami generasi 90-an belum ada SD, SMP dan SMA negeri gratis.

Alhamdulillah, seiring waktu program pemerintah yang  bertujuan mensejahterakan seluruh lapisan masyarakat, mengentaskan kemiskinan bertambah. Kini bukan hanya sekolah negeri yang gratis (kalaupun bayar hanya seragam dan keperluan sekolah yang tidak seberapa), ada BPJS layanan asuransi kesehatan dengan iuran terjangkau dan Program Keluarga Harapan (PKH).

Beberapa pemerintahan di daerah juga memiliki inisiatif dengan program -- program serupa, saya ingat saat RK menjabat walikota Bandung, pernah meminta pelajar yang ditahan ijasah sekolahnya karena tunggakan spp, mendaftarkan diri ke kantor walikota agar bisa diuruskan. Sungguh waktu itu saya sempat iri, coba waktu jaman saya dan adik -- adik saya sekolah dulu walkotnya Bapak, hahaha.

Iri sebagai bentuk bahagia karena kini banyak hal makin dimudahkan jadi kalau dimanfaatkan dengan maksimal untuk menjadi lebih baik, rugi.

Program Keluarga Harapan 

Mungkin beberapa pembaca ada yang belum ngeh dengan Program Keluarga Harapan (PKH) karena program ini tidak sepopuler sekolah gratis atau BPJS.

PKH adalah  program pemberian bantuan sosial bersyarat kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang ditetapkan sebagai keluarga penerima manfaat PKH. Program ini diluncurkan sebagai upaya percepatan penanggulangan kemiskinan sejak tahun 2007.

Fasilitas PKH pada keluarga penerima manfaatnya yaitu keluarga miskin, ibu hami dan anak usia sekolah, mendapat akses layanan pendidikan (fasdik)  dan layanan kesehatan (faskes) gratis yang tersedia di sekitar mereka. Selain itu ada juga program di PKH di berupa perlindungan dan pemberdayaan sosial, agar keluarga miskin keluar dari kungkungan kemiskinan dan lebih sejahtera.

indonesiabaik.id (Instagram)
indonesiabaik.id (Instagram)
Berikut kutipan mengenai PKH yang saya dapat dari situs resmi kementrian sosial;

Program prioritas nasional ini oleh Bank Dunia dinilai sebagai program dengan biaya paling efektif untuk mengurangi kemiskinan dan menurunkan kesenjangan antar kelompok miskin, juga merupakan program yang memiliki tingkat efektivitas paling tinggi terhadap penurunan koefisien gini. Berbagai penelitian lain menunjukkan bahwa PKH mampu mengangkat penerima manfaat keluar dari kemiskinan, meningkatkan konsumsi keluarga, bahkan pada skala yang lebih luas mampu mendorong para pemangku kepentingan di Pusat dan Daerah untuk melakukan perbaikan infrastruktur kesehatan dan pendidikan.

Penguatan PKH dilakukan dengan melakukan penyempurnaan proses bisnis, perluasan target, dan penguatan program komplementer. Harus dipastikan bahwa keluarga penerima manfaat (KPM) PKH mendapatkan subsidi BPNT, jaminan sosial KIS, KIP, bantuan Rutilahu, pemberdayaan melalui KUBE termasuk berbagai program perlindungan dan pemberdayaan sosial lainnya, agar keluarga miskin segera keluar dari kungkungan kemiskinan dan lebih sejahtera. 

Misi besar PKH dalam menurunkan kemiskinan terlihat nyata semakin mengemuka mengingat jumlah penduduk miskin Indonesia pada tahun 2017 terjadi penurunan kemiskinan dari 10,64% pada bulan meret 2017 menjadi 10,12% pada bulan September 2017 dari total penduduk atau 27.771.220 jiwa penduduk pada bulan Maret menjadi 26.582.990 jiwa penduduk pada bulan September dengan total penuruan penduduk miskin sebanyak 1.188.230 atau penurunan jumlah penduduk miskin sebesar 0.58% (BPS,2017). 

Sasaran PKH merupakan keluarga miskin dan rentan yang terdaftar dalam Data Terpadu Program Penanganan Fakir Miskin yang memiliki komponen kesehatan dengan kriteria ibu hamil/menyusui, anak berusia nol samapai dengan enam tahun. Komponen pendidikan dengan kriteria anak SD/MI atau sederajat, anak SMA/MTs atau sederjat, anak SMA /MA atau sederajat, dan anak usia enam sampai 21 tahun yang belum menyelesaikan wajib belajar 12 tahun. Sejak tahun 2016 terdapat penambahan komponen kesejahteran sosial dengan kriteria lanjut usia diutamakan mulai dari 60 (enam puluh) tahun, dan penyandang disabilitas diutamakan penyandang disabilitas berat.

KPM PKH harus terdaftar dan hadir pada fasilitas kesehatan dan pendidikan terdekat. Kewajiban KPM PKH di bidang kesehatan meliputi pemeriksaan kandungan bagi ibu hamil, pemberian asupan gizi dan imunisasi serta timbang badan anak balita dan anak prasekolah. Sedangkan kewajiban di bidang pendidikan adalah mendaftarkan dan memastikan kehadiran anggota keluarga PKH ke satuan pendidikan sesuai jenjang sekolah dasar dan menengah. KPM yang memiliki komponen kesejahteraan social berkewajiban memberikan makanan bergizi dengan memanfaatkan pangan lokal, dan perawatan kesehatan minimal satu kali dalam satu tahun terhadap anggota keluarga lanjut usia mulai dari 70 (tujuh puluh) tahun, dan meminta tenaga kesehatan yang ada untuk memeriksa kesehatan, merawat kebersihan, mengupayakan makanan dengan makanan lokal bagi penyandang disabilitas berat.

Penyaluran bantuan sosial PKH diberikan kepada KPM yang ditetapkan oleh Direktorat Jaminan Sosial Keluarga. Penyaluran bantuan diberikan empat tahap dalam satu tahun, bantuan PKH diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:

Nilai bantuan merujuk Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Nomor 26/LJS/12/2016 tanggal 27 Desember 2016 tentang Indeks dan Komponen Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan Tahun 2017. Komponen bantuan dan indeks bantuan PKH pada tahun 2017, sebagai berikut:

a. Bantuan Sosial PKH Rp. 1.890.000

b. Bantuan Lanjut Usia Rp. 2.000.000

c. Bantuan Penyandang Disabilitas Rp. 2.000.000

d. Bantuan Wilayah Papua dan Papua Barat Rp. 2.000.000

Belajar dari pengalaman saya yakin PKH dapat memutus rantai kemiskinan agar seluruh rakyat Indonesia dapat hidup sehat, sejahtera dan berpendidikan jika dilakukan tepat sasaran dibarengi pendampingan. Ibaratnya  PKH adalah kail yang diberikan pemerintah, KPM harus memancing untuk mendapatkan hasilnya.

Pentingnya pendampingan untuk edukasi berkelanjutan 

Saya tumbuh di kawasan padat sudut sebuah kota, yang saya lihat saat itu adalah tantangan yang dihadapi keluarga yang dikatagorikan miskin bukan hanya terbatasnya uang, juga mental miskin dan  'kebingungan' menentukan prioritas antara  keinginan, pemilihan makanan bergizi  dan pendidikan.

Mental miskin diantaranya merasa kemiskinan adalah garis hidup yang sukar dirubah sehingga merima dan pasrah.

Tidak yakin jika dengan ilmu, kesehatan, motivasi hidup lebih baik dapat memutus  rantai kemiskinan.

"Keur naon sakola luhur -- luhur, meakeun duit."

Melihat ke bawah untuk hal -- hal negative,"Tuh si anu, sarjana tapi ngan jadi tukang ojek." Padahal yang salah tentu bukan titel sarjananya tapi mental  

Bingung menentukan prioritas. Ini terkait dengan hal yang paling manusiawi saat menghadapi dilema nyicil motor baru atau sekolahin anak, makan mie instan atau tumis kangkung. Pilihan yang ga sederhana lho. Ini yang saya lihat di lingkungan saya waktu itu. Lebih memilih mencicil motor daripada menyekolahkan anak, memilih memberi anak balita makan mie instan daripada sayur bayam dan telor.

Padahal dari tahun 90 harga mie instan tetap lebih mahal dari sebutir telor. Harga mie instan sebanding dengan seikat bayam/kangkung yang setelah diolah bisa dinikmati 4 orang.

Saat ini pendidikan dasar 12 tahun sudah gratis, tantangannya adalah memotivasi anak -- anak untuk menuntut ilmu dengan serius dan orangtua dapat mengenali bakat dan minta anak agar tidak mudah melabeli anak bodoh. Karena pelabelan ini berpengaruh pada mindset anak dan orangtua. Menjadi memiliki mental miskin,"Buat apa sekolah tinggi -- tinggi kaau bodoh." Padahal keberhasilan anak tidak ditentukan nilai matematika.

Disinilah pentingnya pemberian PKH dibarengi edukasi berkelanjutan, agar pnerima manfaat PKH menyadari bahwa bantuan bersifat sementara dan mereka di dorong mandiri agar sejahtera.

Mengedukasi dengan ilmu pengasuhan dan wirausaha agar mereka berdaya.

Jadi jika ada pertanyaan bisa kah rantai kemiskinan diputus? Bisa dengan pendidikan dan kesehatan dan PKH menjadi salah satu jalan untuk mewujudkannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun