Mohon tunggu...
Rina Savina
Rina Savina Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa IAIN Jember

ِإنَّ مَعَ العُسْرِ يُسْرَى Setiap ada kesulitan maka ada kemudahan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hilangnya Kepatuhan kepada Guru Menjadi Kesengsaraan bagi Semua

29 Maret 2020   19:22 Diperbarui: 10 April 2020   20:38 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Menjadi seorang guru merupakan cita-cita yang paling mulia, selain mendidik dan menjaga setiap siswa di sekolah. Guru juga mengalirkan ilmu kepada setiap muridnya yang diperoleh dari gurunya terdahulu, dan ilmu-ilmu itu akan terus mengalir ke orang lain, maka akan didapat pahala kepada sang guru.

Bukankah sungguh menyenangkan menjadi seorang guru? Tentu saja. Namun, dibalik keindahan itu, ada banyak hal yang harus dilalui dengan penuh rasa sabar. Guru harus menghadapi tingkah laku siswa yang berbeda-beda, tak jarang guru harus meredam amarah yang sudah memuncak. Bahkan ketika ada seorang guru yang menghukum muridnya, malah dilaporkan dan ditangkap. Sedangkan tugas utama seorang guru adalah mendidik, mengajarkan dan melatih kedisplinan.  

Sebagian besar guru menjadi takut untuk menghukum anak yang tidak menaati peraturan, takut akan terkena hukuman penjara dan dipecat dari profesinya menjadi guru. Hal ini wajar-wajar saja, karena perjuangan untuk menjadi seorang guru tidak semudah membalikkan telapak tangan, dan dengan mudahnya, seorang anak menjadi alasan dipecatnya seorang guru.

Jika rasa takut itu ada dan guru tidak mau lagi memperhatikan siswanya. Pihak yang dirugikan bukan hanya guru atau sekolah, tapi juga kepada anak, anak yang tidak mau mematuhi aturan di sekolah, sering mendapatkan nilai yang rendah dan keluar masuk ruang BK dengan serentetan kasus yang mengemparkan seisi sekolah, apa mungkin anak yang seperti ini akan mudah mendapatkan pekerjaan?

Jika anak itu anak pengusaha ya mungkin sah sah saja, karena perusahaan tersebut pasti akan turun temurun. Tapi, bagaimana dengan nasib ilmunya tentang perusahaan, apakah menjamin, anak yang seperti ini memiliki ilmu yang cukup untuk melanjutkan usaha keluarga? Apakah menjamin akan mengatur kedisiplinan bawahannya? Jika pada dirinya sendiri saja tidak bisa menerapkan perilaku disiplin.

Bukan hanya itu, jika penerus bangsa berpikir hal yang sama, tidak mau diatur dan mau patuh kepada gurunya. Akan berdampak pada Negara juga, sangat menyedihkan jika hal ini sampai terjadi. Bayangkan saja, misalnya penerus bangsa yang seperti ini menjadi pemimpin, tidak perlu jauh-jauh menjadi RT saja. Orang yang seperti ini sulit untuk dipercaya kejujurannya, tidak menutup kemungkinan akan ada penggelapan uang meskipun tidak seberapa jumlahnya. Terkadang, ada seorang RT yang bukannya melerai perkelahian antar warganya, malah diadu domba. Dan karena sikap yang ditujukan pada gurunya pasti akan dirasakan oleh dirinya sendiri,

Hanya, dari sebuah ketidak dispilinan dan kepatuhan kepada guru, menyebabkan masalah yang serius di kemudian hari. Sangat disayangkan jika hal ini terjadi, nasib semua orang menjadi taruhannya. Hal-hal yang menyebabkan hal tersebut terjadi ialah hilangnya rasa hormat, segan dan patuh kepada seorang guru, padahal guru adalah orang tua kedua di rumah. Bahkan, barokah seorang guru juga berpengaruh pada masa depan seorang anak.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun