Mohon tunggu...
Rina Roudhotul Jannah
Rina Roudhotul Jannah Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Bukan pembaca yang baik tapi ku hanya suka.

Membaca seperti menghidupkan cahaya buatan... Menulis seperti membuat pedang buatan....

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Memasukkan Isu Kesetaraan Gender pada Anak Usia Dini

21 Agustus 2019   15:00 Diperbarui: 21 Agustus 2019   15:17 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Mah, aku pengen main layangan dong sama Dika, buatin satu ya mah?!" rengek Sasa pada Mamahnya.

"Sasa, kamu itu anak perempuan, gak pantes mainan kayak gitu, kamu mending mainan rumah-rumahan an lebih seru." Ujar Mamah sasa. Seketika muka Sasa mendadak lesu dan kecewa dengan jawaban Ibunya,

***

"Bu, kenapa ya si kecil tu suka banget ngikutin saya kalo lagi masak-masak di dapur, katanya suka kalo bantuin Ibuknya masak dan kadang suka pegang-pegang pisau. Kalau saya marahin suka bandel anaknya, kan saya khawatir itu pisau beneran bun." Curhat mamah Lily pada temannya.

"Mungkin si kecil memang punya bakat masak-masak kai Bun, udah biarkan saja selama dalam pengawasan kan?! siapa tau jadi kayak chef Juna, ganteng, pinter masak pula." Nasehat teman mamah Lily.

"Tapi kan bun... takutnya dia melambai gak sih kalau gedenya kayak gitu?" sanggah mamah Lily belum terima.

"Enggaklah bun, chef Juna emang melambai, malah tatoan kan dia, sangar banget." hmm....

Suasana menjadi hening seketika...

***

Nah, bunda-bunda tercinta, percakapan diatas merupakan gambaran singkat tentang apa yang terjadi di masyarakat sekitar kita.

Seringkali kita berdisusi tentang diskursus kesetaraan gender di seminar-seminar, perkuliahan, dan berbagai tempat. Kita melupakan satu hal bagaimana stereotip tersebut melekat pada orang-orang dewasa, bagaimana kesenjangan gender dalam kehidupan sosial menjadi langgeng dan susah untuk diputus lingkarannya. 

Pelabelan tersebut tidak begitu saja terjadi, tertanam dan terucap oleh diri kita sendiri. Kita mengajari, mengucapkan, dan bertindak mengkotak-kotakkan permainan dan kehidupan anak tanpa disadari. Parahnya lagi kita menganggapnya adalah hal sepele yang tidak perlu dirisaukan.

Anak bukanlah miniatur orang dewasa, anak juga merupakan manusia yang memiliki kebutuhan bertumbuh dan berkembang dengan optimal. Dalam beberapa negara yang menjunjung tinggi hak anak seperti Finlandia yang maju dengan sistem pendidikannya atau Denmark yang merupakan negara paling berbahagia di dunia mengajarkan kemerdekaan anak untuk tumbuh dan berkembang adalah segalanya. 

Usia golden age anak tidak akan pernah kembali lagi, seketika ada perkembangan yang terlewatkan maka hal tersebut akan datang pada masa yang tidak tepat di masa tuanya. 

Anak-anak sebenarnya menunjukkan peminatannya dalam kegiatan bermain. Namun, acap kali orang tua maupun pendidik lebih sering ikut campur dan melarang sesuatu yang dianggapnya tidak sesuai untuk anak-anak mereka. 

Sebagai contoh yakni ketika seorang anak-laki-laki lebih tertarik dengan kegiatan main masak-masakan, rumah-rumahan maka dengan begitu kegiatan-kegiatan seperti itu sudah tidak akan asing baginya ketika dewasa kelak. 

Anak tidak lantas menjadi enggan ketika harus membantu seorang perempuan mengerjakan kegiatan domestik, mengurus anak dan membantu memasak untuk keluarganya. Contoh lain ketika anak perempuan ikut bermain mobil-mobilan, bermain olahraga seperti panjat tebing, sepak bola dan lain sebagainya. Dengan kegiatan-kegiatan seperti itu dan mendapatkan support dari lingkungannya, bisa jadi anak tersebut akan menjadi tekun dan menjadi seorang atlet.

Perlu ditegaskan bahwa permainan tidak memiliki jenis kelamin, permainan bisa dilakukan oleh siapa saja baik anak laki-laki maupun perempuan. Hal inilah yang perlu dibedakan. Apa perbedaan Sex dan Gender. 

Gender merupakan jenis kelamin sosial yang berarti peran antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan sosial yang bisa dipertukarkan dan dikembangkan, sedangkan Sex merupakan jenis kelamin secara biologis yang tidak bisa dipertukarkan karena hal tersebut merupakan kodrat manusia yang memiliki tugas masing-masing dalam keidupannya.

Dalam buku tersebut diceritakan bahwa pentingnya memutus kebiasaan-kebiasaan yang memicu pembiasan gender ketika dia dewasa kelak dengan pertimbangan berbagai latar belakang yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia saat ini. 

Buku berjudul "Metode Bermain Peran Inklusif Gender" kita akan disuguhi berbagai metode-metode bermain peran baik makro maupun mikro  yang bisa dilakukan di sekolah maupun di rumah dan tentuny dengan mengacu beberapa tema yang ada di kurikulum pendidikan anak usia dini.

Mengapa dengan bermain peran?

Beberapa alasan juga diutarakan bahwa dengan bermain peran anak akan merasakan realitas sosial yang terjadi dalam kehidupan orang dewasa, permainan ini juga di bantu dengan berbagai alat permainan edukatif yang memilki fungsi sebagai simbol ataupun alat mentransfer penngetahuan pada anak-anak. 

Anak yang berada pada usia 2-7 tahun yang merupakan tahap usia pra-operasional dimana menurut ahli perkembangan kognitif Jean Piaget, otak anak berkembang dengan sangat pesat dan belajar dengan menggunakan simbol.

Buku tersebut bukan hanya menawarkan sebuah teori namun juga modul 6 metode yang ditawarkan lengkap dengan urgensinitas pembuatan modul, petunjuk penggunaan, alat dan bahan, tambahan materi dan sistem evaluasi tentang kesetaraan gender dalam setiap metode. 

Nah, metode-metode tersebut di antaraya seperti mengenal diri sendiri, tugas anggota keluarga, menyayangi binatang peliharaan, cara menanam tnaman mengenal berbagai pahlawan dan mengenal berbagai profesi yang ada di sekitar anak-anak. 

Kesetaraan gender menjadi hal penting untuk diperbincangkan dan diajarkan sejak dini, karena hal ini merupakan salah satu konflik yang berkaitan dengan inklusifitas masyarakat Indonesia. 

Buku ini hadir dengan harapan para pendidik, orangtua, akademisi dan pihak-pihak yang terkait untuk menyadari pentingnya mengangkat tema-tema  eklusifitas yang menghambat kemajuan SDM Indonesia ke depannya.

Sekian, terimakasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun