Mohon tunggu...
Rina R. Ridwan
Rina R. Ridwan Mohon Tunggu... Penulis - Ibu yang suka menulis

Pembelajar Di Sekolah Kehidupan Novel: Langgas (Mecca, 2018) Sulur-sulur Gelebah (One Peach Media, 2022) Kereta (Mecca, 2023) IG: rinaridwan_23

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Masih Pedulikah Anda

26 November 2019   17:33 Diperbarui: 26 November 2019   17:54 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Berseliweran berita setiap hari, bahkan setiap jam berubah. Jika dahulu begitu terbatas yang bisa kita terima, sekarang sebaliknya. Kejadian di belahan dunia mana pun bisa kita dapatkan begitu mudah dan cepat. Kecuali yang memang tak diberitakan dan tak terjangkau.

Begitu banyak dan cepat, terkadang kita tak lagi mampu membedakan mana yang akurat atau tidak, mana yang benar atau hanya hoaks. Dari berita yang dianggap kecil dan tak penting sekali, hingga berita terhangat, semua bisa dibuat menjadi besar dan viral saat ini. Begitu mudah untuk menjadi terkenal, semudah juga dilupakan beberapa waktu kemudian.

Sebenarnya apa sih tujuan sebuah berita?

Tentu yang utama adalah agar orang menjadi tahu. Walau tak semua orang mau tahu.

Lalu, jika sudah tahu, apa tujuannya?

Ini yang bisa menjadi beragam jawabannya.

Berita tentang politik dengan kedinamisannya, berita hiburan dengan selebritasnya, ekonomi dan lain sebagainya terus bersahutan setiap harinya. Masing-masing kita yang jadi penentu apa yang hendak dibaca.

Salah satu yang saya selalu sukai adalah hal-hal yang terkait dengan kemanusiaan. Sebagaimana yang sedang ramai saat ini. Tentang seorang pesohor yang mengaku tak mempunyai darah Indonesia sama sekali.

"I actually don't have Indonesian blood"

Begitu katanya dalam sebuah wawancara. Lalu sebagian masyarakat kita bereaksi. Dari yang baik, hingga hujatan sebagaimana biasa. Sebuah kalimat selalu mampu melahirkan kalimat lainnya. Ada yang berhamburan hebat, juga sebaliknya. Lalu jargon nasionalisme itu untuk apa, jika di luar sana malu mengakui sebagai orang Indonesia?

Mungkin dia lupa, jika dia lahir, besar dan mendapatkan kesuksesannya di Indonesia. Lupa bila dengan kesuksesannya itu dia mampu pergi keliling dunia dan mencoba go International. Dia juga lupa, betapa sensitifnya isu SARA di sini. Begitu sebagian dari pendapat masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun