Mohon tunggu...
Rina R. Ridwan
Rina R. Ridwan Mohon Tunggu... Penulis - Ibu yang suka menulis

Pembelajar Di Sekolah Kehidupan Novel: Langgas (Mecca, 2018) Sulur-sulur Gelebah (One Peach Media, 2022) Kereta (Mecca, 2023) IG: rinaridwan_23

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Biarkan Sahabat Anda Jadi "Pelari"

23 November 2018   14:49 Diperbarui: 23 November 2018   16:16 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Setidaknya, hampir semua orang punya sahabat. Tentu dalam beraneka'wajah'. Ada yang bersahabat dengan buku, dengan lelaki atau perempuan, orangtua dan lain sebagainya. Merasa bahwa dengan sahabat, dia bisa mengatakan apa saja, melakukan apa saja, dan merasa nyaman karena percaya.

Tentu saja, kepercayaan adalah salah satu syarat utama yang tak terkatakan atau perlu dibuat akad untuk menjadikan dua  orang jadi sahabat. Tanpa itu, bukanlah persahabatan, namun hanya sekedar pertemanan.

Biasanya yang paling banyak menjalin persahabatan adalah perempuan, dan yang paling banyak mengalami kegagalan mempertahankannya juga persahabatan perempuan. Tentu saja banyak sekali penyebabnya. Sementara lelaki menjalin persahabatan bisa sepanjang hidup, walau bisa jadi di tengahnya mereka pernah alami konflik.

Manusia sebagai makhluk sosial, akan selalu membutuhkan teman, setidaknya untuk berbagi cerita. Sahabat sejati akan mengalami seleksi alam. Karena ia akan teruji dengan beragam kejadian yang menimpa masing-masing pribadi. Bila jalinan persahabatan sudah lebih dari tujuh tahun, kata orang, dia bukan lagi sahabat, namun sudah jadi'saudara' kita.

Dunia ini dipenuhi dengan keterbatasan. Tak bisa kita labrak semuanya tanpa batas, semerdeka apapun kita. Bahwa kebebasan kita juga dibatasi dengan kebebasan orang lain. Mungkin hanya pikiran kita yang bisa bebas dan liar, itupun bila diungkap harus siap dengan segala konsekuensinya.

Banyak yang karena dekatnya persahabatan, batas itupun dilanggar. Banyak yang lupa pada kesadaran, bahwa manusia itu bisa berubah kapan saja. Bukankah sebelum bersahabat, kita juga 'tak ada' bagi sahabat kita?

Biasanya, perasaan percaya yang berlebihan, membawa pada sebuah penyesalan yang bahkan bisa membawa perubahan besar dalam kehidupannya. Perubahan yang lebih banyak pada perasaan yang menyakitkan, bahkan trauma sepanjang hayat.

Lelaki, kebanyakan jika bersahabat, biasanya punya'aturan' sendiri. Salah satu aturannya, bila punya adik perempuan, dia berharap sahabatnya tak mendekati apalagi menjadikan sebagai pasangan. Mereka khawatir bila hubungan tak berjalan dengan baik, akan mempengaruhi persahabatannya.

Sementara perempuan, lebih banyak hanyut pada rasa percayanya, hingga tak jarang mereka biarkan pasangan, baik kekasih atau suami, ikut bersahabat dengan sahabatnya. Mereka lupa, yang namanya sahabat itu tentu saja punya banyak kesamaan dalam beragam sifat, sikap dan... selera! Termasuk selera pada lelaki!

Inilah kenapa banyak terjadi, sang sahabat akhirnya menjadi orang ketiga dalam kehidupan asmaranya. Menganggap bahwa sang lelaki 'tak bakal' tertarik dengan sahabatnya, adalah sebuah keteledoran. Banyak perempuan yang bahkan mengajak tidur sahabatnya masuk kamar 'pengantin' mereka dan mengajaknya tidur dalam selimut yang sama karena merasa yakin bahwa sahabat dan suaminya tak akan menikungnya.

Ketika akhirnya terjadi, mereka seperti tertampar. Bukan hanya sakit yang akan diingat sepanjang hidupnya, namun bisa lebih dari itu. sahabat yang jadi 'pelari'(perebut laki sendiri), sepanjang hidupnya akan dia blacklist dan unforgiven. Kesadaran bahwa dia sendiri yang membuka pintu masuknya sahabat pada hati dan pikiran suaminya, biasanya akan terjadi di tahap dia mulai menerima kejadian, yang bisa saja sudah berlalu puluhan tahun usai kejadian.

Bukankah manusia saat tersakiti punya beberapa tahapan yang dia alami hingga dia mampu menerimanya. Walau tak semua menemukan jalan berdamai dengan diri sendiri hingga akhir hidupnya. Bahwa saat kepahitan atau kekecewaan terjadi, awalnya bukan hanya shocked, dia akan marah hingga puncaknya bila tak dikendalikan, maka depresi dan penyakit psikis lainnya menyertai. Manusia akan mengalami tahap kemarahan, penyangkalan hingga ujungnya adalah penerimaan.

Dalam kehidupan, sekali lagi, batasan itu selalu ada. Jangan masuk dalam ranah 'terlalu' soal perasaan bila kekecewaan tak ingin anda hadirkan. Bersahabat memang baik, namun pilihlah yang terbaik. bukan yang selalu meng'iya'kan anda dalam setiap tindakan. Itu bukan sahabat, namun abdi anda.

Ingatlah filosofi cermin,

Bahwa cermin itu jujur menyampaikan tentang kita apa adanya.

Bahwa cermin itu amanah menampakkan penampilan kita, tidak ditambah atau dikurangi.

Bahwa cermin itu sabar berapa lamapun kita di depan cermin, ia tidak pernah mengeluh.

'Sangatlah baik bila kita punya teman atau sahabat seperti cermin', begitu kata Ustadz Hilman Rahimahullah.

Sahabat yang baik tak pernah melebihkan atau merendahkan diri kita. Ia berani menyampaikan segala tentang kita tanpa punya 'pamrih' apapun, apalagi takut dibenci dan dijauhi. Bisa jadi cara penyampaiannya tak selalu manis, sebagaimana kejujuran yang terkadang pahit untuk disampaikan.

Ia punya kesabaran dan konsistensi menyampaikan kejujurannya tentang segala kekurangan dan kelebihan kita. Bahkan saat kita membencinya, dia memilih untuk tak membalas karena dia sadar bahwa tak semua orang mampu menerima kebenaran tentang dirinya. Bukankah tak semua orang bisa menerima kritik?

"Barangsiapa yang memperingatkan anda, ia seperti memberi kabar gembira kepada anda"- Ali Bin Abi Thalib RA.

Sahabat seperti ini, hanya sedikit. Manusia yang berani beda juga sedikit. Yang sedikit itu memang mahal. Bahkan Ali bin Abi Thalib RA ketika ditanya berapa banyak sahabatnya menjawab,"Akan aku hitung di saat aku tak punya apa-apa."

Selalu baik untuk bersikap hati-hati, selalu baik jika kita punya kesadaran akan batas yang kita miliki. Bahwa manusia itu bisa berubah kapan saja. Bersahabatlah, tetaplah bergaul, namun jangan kebablasan. Jangan pernah biarkan sahabat anda berakhir jadi perebut laki sendiri, atau perebut bini sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun