Mohon tunggu...
Rina R. Ridwan
Rina R. Ridwan Mohon Tunggu... Penulis - Ibu yang suka menulis

Pembelajar Di Sekolah Kehidupan Novel: Langgas (Mecca, 2018) Sulur-sulur Gelebah (One Peach Media, 2022) Kereta (Mecca, 2023) IG: rinaridwan_23

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Belajar dari Sebuah Kepastian yang Bernama Mati

1 November 2018   16:11 Diperbarui: 1 November 2018   16:18 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

'Tiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati'

Siapa yang dapat mengelak datangnya maut jika ia datang. Siapa yang tahu kapan kedatangannya? Dengan cara bagaimana juga, apakah ada yang tahu?

Begitulah rahasia mati. Sudahkah kita mempersiapkannya? Sudahkah kita merasa cukup dengan bekal untuk kehidupan sesudah mati?

Hampir setiap hari, kita mendengar adanya kematian di sekitar kita. Baik yang diberitakan ataupun tidak, baik yang kita kenal ataupun tidak. Adakah kita sudah mengambil pelajaran dari kematian itu? sesuatu yang bukan hanya pasti datang, namun juga yang paling dekat dengan kita. Tanpa memandang status sosial kita, tanpa bedakan lelaki atau perempuan, usiapun tak menggaransi, bahkan juga sehat atau sedang sakitkah kita, semua tak luput didekati malaikat maut.

Coba lihat di sekitar kita, adakah sehari berlalu tanpa adanya kematian?

Namun tetap saja terjadi, kesombongan demi kesombongan manusia terus dipertontonkan. Begitu yakinnya mereka bahwa usia mereka masih panjang dan punya waktu untuk bertaubat.

Lihat bagaimana kematian punya ribuan cara yang tak jarang membuat kita terhenyak. Bagaimana seorang Jamal Kashogi yang hendak mengurus dokumen pernikahan di konsulat, tak lagi pernah keluar dari gedung karena dibunuh. Kemudian, seorang presiden Leicester City FC yang baru saja menyaksikan pertandingan klubnya dan hendak pulang, harus pulang selamanya akibat jatuhnya helikopter yang dia tumpangi. Lalu, lihat juga bagaimana sekelompok manusia yang berniat kerja, kembali ke rumah dan lainnya dalam pesawat Lion Air JT-610, tak lagi pernah kembali ke keluarganya karena kecelakaan. Tak lama, kita kembali dikejutkan oleh eksekusi mati seorang TKI di Thaif, yang telah divonis sejak 2011.

'Jadikanlah kematian sebagai pelajaran', Sudahkah itu kita lakukan?

Tentu belum terhapus ingatan kita, bagaimana Lombok porak poranda dengan gempa. Belum usai duka anak negeri, Palu, Sigi dan Donggala diamuk bencana yang lebih hebat lagi. Berapa banyak yang harus kembali pada Sang Pemilik Kehidupan? Kita bisa merasakan kesedihan yang luar biasa, namun hanya sebatas mulut dan jemari yang mengetik 'turut berbela sungkawa' yang sesudahnya kembali jalani kehidupan tanpa makna, tanpa mengambil hikmah atas musibah dan kematian yang, sekali lagi, sangat dekat dengan kita.

Yang biasa berbohong, terus melanjutkan kebohongannya. Yang biasa marah, terus melanjutkan kemarahannya. Yang biasa memakipun terus melakukannya di mana saja. Adakah mereka lupa, bahwa mereka tak akan mampu menunda datangnya kematian, walau hanya sedetik?

Lihat bagaimana di media sosial, betapa mudahnya kita tersulut kemarahan, tersinggung karena merasa tersindir, ramai-ramai memundung yang tak sepemahaman. Juga lihat, betapa kesombongan merajalela hanya karena diberi sedikit kenikmatan oleh Yang Maha Kuasa lewat harta, anak, jabatan juga kesehatan. Hingga tak lagi punya kendali untuk tak pamerkan apapun yang dia miliki, baik ragawi, ataupun segala materi yang bahkan tak akan dibawa mati, kepandaian yang hanya setitikpun dipakainya untuk merendahkan yang lain, membanggakan sesuatu yang tak akan jadi miliknya tanpa kehendakNya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun