Mohon tunggu...
Rina R. Ridwan
Rina R. Ridwan Mohon Tunggu... Penulis - Ibu yang suka menulis

Pembelajar Di Sekolah Kehidupan Novel: Langgas (Mecca, 2018) Sulur-sulur Gelebah (One Peach Media, 2022) Kereta (Mecca, 2023) IG: rinaridwan_23

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sungguh, Kepedulian Itu Menyelamatkan

6 Januari 2018   03:45 Diperbarui: 6 Januari 2018   06:24 635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Alhamdulillah masih diberi kesempatan hidup hingga saat ini. Menghirup udara 'gratis' tanpa henti. Masih tersisakah rasa syukur untuk sadari itu? Sembari mengingat sedikit, apa yang sudah terjalani sepanjang tahun yang telah berlalu. Juga segala peristiwa yang telah terjadi di dunia. Dari yang menyenangkan juga sebaliknya.

Dari sekian banyak peristiwa, entah bagaimana tiba-tiba teringat tentang bagaimana orang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri, sementara yang lain menanti tahun baru sepanjang usianya penuh suka cita. Menandai bertambahnya jatah menikmati dunia.

Kita tahu bahwa sepanjang waktu, selalu ada pelaku bunuh diri dengan beragam cara, beragam profesi dan latar belakang. Dari pribadi yang tampak baik-baik saja, sukses dan bahagia menurut kacamata orang lain, hingga memang yang sudah menampakkan depresi sejak lama. Jika saja diperhatikan dan ditarik garis lurus, semua karena merasa hampa, kesepian, alias merasa tak ada yang memperdulikannya. Tentu saja peduli di sini adalah peduli pada apa yang sebenarnya dia rasakan di dalam hatinya, bukan pada apa yang tampak di luar.

Kehidupan yang saat ini dipenuhi dengan tuntutan untuk kerja keras dan banyaknya tekanan, membuat banyak orang menjadi abai pada yang lain. Kesibukan yang seolah tanpa henti, dianggap sebagai syarat yang harus dilakukan untuk menggapai kesuksesan. Sayangnya ketika sukses secara finansial tercapai, mereka kecewa karena tak membawa kebahagiaan seperti yang mereka duga.

Manusia semakin minus pada kepedulian. Tak jarang segala cerita sedih harus menunggu viral untuk tahu betapa diluar sana ada yang membutuhkan bantuan. Waktu untuk peduli rasanya sudah tak lagi tersedia ataupun disediakan. Hanya sedikit yang melakukannya.

Dari anak-anak hingga dewasa semua disibukkan oleh beragam kegiatan. Anak-anak yang bersekolah hingga sore, ibu-ibu yang sibuk dengan kelompok dan segala kegiatannya, bapak-bapak yang sibuk bekerja, hingga para orang tua yang mulai banyak disingkirkan ke panti jompo atau hanya di'penjara' dirumah.

Banyak juga yang merasa sudah giat dalam proyek sosial namun tetap tak tahu siapa sebenarnya yang membutuhkan kepedulian. Seolah hanya orang miskin saja yang butuh. Padahal ujud kepedulian harusnya tak membatasi pada siapa ditujukan.

Cobalah kita melihat sebentar bagaimana yang terdekat saja. Pada keluarga sendiri. Adakah yang bisa memastikan bahwa salah satu dari anggota keluarga kita tak ada yang merasa disisihkan, atau diabaikan hingga dia berlari mencari perhatian dengan mencoba hal-hal buruk atau terjerumus kesenangan semu lainnya diluar rumah. Hingga kita terlambat mengetahuinya. Kesibukan orangtua yang begitu luar biasa membuat mereka dengan tanpa rasa bersalah menyerahkan tugasnya pada pembantu, baby sitteratau bahkan tetangga yang dibayar.

Lalu tetangga, yang terdekat dari kita. Adakah yang mengamati dengan seksama bukan untuk menjadikan bahan gossip, bahwa mereka membutuhkan kepedulian kita? Bisa jadi istri yang suaminya bekerja di luar kota, atau orangtua tunggal yang tinggal sendiri. Atau juga keluarga yang sedang punya masalah namun disembunyikannya.

Kita patut mengingat bagaimana kisah seorang Umar Bin Khattab ra, yang setiap malam berkeliling untuk mengetahui keadaan rakyat yang dipimpinnya. Adakah yang masih kelaparan ataukah yang punya kesulitan yang bisa beliau bantu. Dari kepedulian beliau dengan berkeliling itu banyak sekali kejadian yang beliau ketahui dan akhirnya di atasi.

Dari penduduknya yang kelaparan karena tak punya apapun untuk dimakan selain batu yang direbus, istri yang kesepian karena terlalu lama ditinggal suaminya berperang, hingga musafir yang berkemah karena istrinya hendak melahirkan. Dengan memanggul sendiri gandum beliau berikan pada rakyatnya yang tak punya makanan apapun, beliau juga mencari tahu suami dari istri yang kesepian tersebut dan akhirnya memanggil pulang dari perang, hingga bersama istrinya beliau membantu persalinan dari istri musafir tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun