Mohon tunggu...
Rina Rinance
Rina Rinance Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bagikan Uang Politik Rp 20 ribu Dipenjara, Siapa Menyusul?

12 Agustus 2018   09:45 Diperbarui: 12 Agustus 2018   09:55 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Nampaknya masyarakat telah bosan dengan politik uang pada pemilihan legislatif dan pemilihan kepala daerah. Masyarakat kini menyadari dampak politik uang menghasilkan pemimpin brengsek, kotor dan koruptor.

Dilingkungan eksekutif banyak ditemui bupati dan walikota menjual belikan jabatan. Lelang jabatan tidak hanya sekedar istilah untuk memperebutkan jabatan dengan cara kompetisi yang sehat, tetapi benar-benar mirip pelelangan barang dan jasa, yang mau bayar, dapatlah kursi eselon, tidak mengenal lagi dosa walaupun beragama, tidak takut makan uang haram dari hasil kerjanya dikemudian hari, akibatnya banyak ditemui pejabat pemda yang mata duitan, meng"korupsi" setiap ada kesempatan kegiatan proyek untuk mengembalikan uang tabungannya atau pinjamannya di bank,  tidak malu lagi berebut atau merebut proyek yang seharusnya dikelola stafnya. Apabila menemui penyimpangan yang dilakukan oleh stafnya, tidak berani menindak secara tegas dan lugas, karena anak buah yang dipimpinnya tahu betul pimpinannya tidak bersih, jabatan yang diperoleh dari hasil membeli.

Dilingkungan legislatifpun juga demikian, yang fungsinya mengawasi eksekutif malah kerjasama  bagi-bagi proyek, ikut menjadi perantara jual beli jabatan, memperbanyak dana kunjungan kerja ke provinsi lain supaya dapat mengembalikan hutang-hutangnya. Bukan hasil studi banding yang diserap dan diterapkan, tetapi menyerap pengumpulan dana semata, sebagai pengganti gaji bulanannya yang habis tersedot untuk mengangsur hutang.  Kalau usulan rencana proyeknya ditolak tim anggaran pemda, melakukan ancaman, menghambat persetujuan, dengan ancaman yang arogan, tidak mencerminkan seorang negarawan. Yang dirugikan akhirnya rakyat, pembangunan pun terhambat.

Rakyat yang cerdas mulai bosan dengan pertunjukan itu, oleh karenanya pada beberapa daerah sejak beberapa waktu lalu banyak ditemui warga tidak takut melaporkan pelaku money politic ke Bawaslu dan polisi alasannya daripada menerima uang suap turut dipenjara, lebih baik laporkan saja. Ada pula Bawaslu di daerah dan kelompok masyarakat yang membuka sayembara dengan memberikan hadiah jutaan rupiah kepada pelapor yang dirahasiakan namanya. Ternyata cara ini efektif, banyak menangkap pelaku suap pemilu.

Cara-cara cerdas ini akan membuat jera pelaku politik uang dan para penerima politik uang. Seperti kasus money politic yang dilakukan oleh calon anggota legislatif Ir. Efan Tolami, M.Ap., di Liwa Lampung Barat, menyebabkan ia dipenjara 4 bulan, didenda Rp. 6 juta. Hidayat Wijaya, dan Afrizal dituntut 3 tahun penjara di Pengadilan Negeri Serang, Banten karena membagikan mie instan. Sekretaris DPC PAN Kecamatan Darma, Kabupaten Kuningan terbukti bersalah telah memberikan amplop berisi uang sebesar Rp 25 ribu, divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider satu bulan kurungan.

Pengadilan Negeri Lahat menjatuhkan vonis 36 bulan dan penjara dan denda Rp 200 juta subsider 1 bulan penjara kepada Syahril Effendi, terdakwa kasus praktik politik uang, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah karena dengan sengaja membagi-bagikan uang. Di Kabupaten Temanggung Supriyono, sopir truk, membagikan uang Rp. 20.000,- pada pilkada 2018, dipenjara 1 tahun dan denda Rp. 200 juta, dan masih banyak lagi kasus politik uang pada beberapa daerah yang diselesaikan di pengadilan.

Sesama Caleg Bisa Mencegah.

Dalam beberapa kasus pembagian uang politik, perantara bagi-bagi uang suap politik yang tidak lain adalah tim suksesnya, lebih banyak yang terjerat tindak pidana penyuapan dibandingkan dengan calon legislatif atau calon kepala daerah yang membiayai penyuapan. Kesaksiannya di Pengadian Negeri, mereka berdalih ia memberikan uang operasional kepada tim suksesnya, bukan untuk menyuap rakyat. Akibat dari kesaksian itu, tim sukses lah yang dijeboskan ke penjara.

Data peneliti Eksekutif Indikator Politik Indonesia, uang suap terbesar di Indonesia terjadi pada pemilu legislatif (Pileg). Setelah pileg di posisi kedua ada pada pilkada kabupaten/kota, lalu pilkada gubernur, dan yang terkahir adalah pilpres. Pileg menjadi pemasok terbesar dari politik uang dikarenakan dalam pileg banyak calon yang bersaing ketat dibanding yang lain.  Selain itu politik uang tidak hanya di dominasi dengan bentuk uang, namun dalam bentuk lainnya. Paling besar 75% dalam bentuk uang, 15% perkakas rumah tangga, 10% sembako.

Mengapa seseorang melakukan politik uang, yang jelas mereka adalah orang-orang yang tidak percaya diri, tanpa menyogok rakyat dirinya menyadari tidak akan dipilih, jadi sejatinya orang-orang seperti itu tidak pantas menjadi pejabat dewan yang terhormat. Maju pemilu tidak mempunyai visi dan misi yang jelas, mengandalkan bagi-bagi duit. Duit dari  hasil hutang atau menjual asset yang akan ia cari lagi dengan cara-cara haram apabila duduk sebagai anggota dewan.

Politik uang diperkampungan bukan hal yang tertutup, masing-masing caleg mengetahui sepak terjang rivalnya. Untuk mencegah atau memidanakan caleg yang menyogok rakyat tidaklah sulit, tergantung kemauan dan keberanian masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun