Mohon tunggu...
Rina Rinance
Rina Rinance Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Suap Pileg Cermin Moralitas Rendah, Pidanakan Pelaku

27 Juli 2018   19:47 Diperbarui: 27 Juli 2018   20:08 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada beberapa penyelenggaraan pemilu banyak calon legislatif maupun eksekutif mengesampingkan nilai-nilai moralitas dan etika. Moralitas itu adalah aspek baik atau buruk, terpuji atau tercela, diperbolehkan atau tidak dari perilaku manusia. Moralitas selalu berkaitan dengan apa yang dilakukan manusia. Dalam kegiatan politik moralitas sering dikesampingkan, namun tidak semua pelaku politik mengesampingkannya, artinya masih banyak politikus yang beretika baik.

Politik saat ini banyak sekali dihubungkan dengan kekuasaan dan bahkan pengertian inilah yang banyak dimengerti oleh kebanyakan orang termasuk para pelaku politik. Kekuasaan yang dimaksudkan adalah kekuasaan yang ada dalam pemerintahan. Karena dengan memperoleh kekuasaan, akan mampu untuk memengaruhi atau memberikan warna dalam sistem pemerintahan.

Politik saat ini merupakan suatu unsur mutlak dalam masyarakat melekat unsur sosial disamping hukum. Bila fenomena sosial yang begitu hakiki, maka politik tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus diterima dalam pergaulan sosial, termasuk juga aturan-aturan moral.

Banyak faktor baik buruk yang mempengaruhi dan menentukan kegiatan berpolitik. Sebagai kegiatan sosial, dalam politik banyak cara terjalin interaksi kompleksitas dalam masyarakat. Mengejar keuntungan adalah hal yang wajar, asalkan dalam mencapai keuntungan tersebut tidak merugikan pihak lain, namun kenyataannya ditemui banyak kejadian merugikan masyarakat, melakukan money politic menyuap rakyat hanya dengan duaratus ribu rupiah, menghasilkan jutaan rupiah. Jadi, dalam mencapai tujuan dalam kegiatan politik seyogyanya ada batasnya. Kepentingan dan hak-hak orang lain perlu dihormati.

Perilaku etis dalam kegiatan berpolitik adalah sesuatu yang penting demi kelangsungan hidup politik itu sendiri. Berpolitik yang tidak etis akan merugikan pelaku itu sendiri terutama jika dilihat dari perspektif jangka panjang. Berpolitik yang baik bukan saja menguntungkan, tetapi juga baik secara moral. Perilaku yang baik, dalam konteks berpolitik, merupakan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai moralitas pelakunya.

Tanpa disadari, kasus pelanggaran etika berpolitik menjadi hal yang biasa dan seolah-olah wajar pada masa kini. Secara tidak sadar, rakyat sebenarnya menyaksikan banyak pelanggaran etika berpolitik dalam perpolitikan di Indonesia. Banyak hal yang berhubungan dengan pelanggaran etika politik sering dilakukan oleh para politikus untuk kepentingan pribadi dan kepentingan kelompoknya. 

Berbagai hal tersebut timbul akibat dari persaingan yang tidak sehat dari para pelaku politik yang ingin menguasai pasar politik. Selain untuk menguasai pasar, terdapat faktor lain yang juga mempengaruhi para politisi melakukan pelanggaran etika berpolitik, disamping untuk memperluas pangsa pasarnya, juga mendapatkan banyak keuntungan pribadi. Faktor tersebut merupakan alasan yang umum para politikus melakukan pelanggaran etika dengan berbagai cara mengesampingkan ajaran agamanya dan melanggar aturan negara.

PENYUAP POLITIK UANG DIPIDANA

Secara umum money politic diartikan sebagai suatu tindakan jual beli suara pada sebuah proses politik dan kekuasaan. Kasus money politic ini sebenarnya sudah sering terjadi, namun selama ini kasus semacam ini selalu ditutup-tutupi, karena dianggap saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Namun pada tanggal 25 Januari 2014 telah berhasil terkuak sebuah kasus money politic yang dilakukan oleh calon anggota legislatif Ir. EFAN TOLAMI, M.Ap., kasus ini berada di wilayah Liwa Lampung Barat.

Berdasarkan laporan dari para saksi dan adanya barang bukti, perbuatan Terdakwa diancam pidana dalam Pasal 89 Jo Pasal 301 Ayat (1) Undang-Undang RI No. 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, ia diancam pidana penjara 4 tahun dan denda paling banyak Rp. 48.000.000,-. Putusan hakim ia dikenai sanksi pidana penjara 4 bulan dan menetapkan pidana penjara tersebut tidak perlu dijalani kecuali apabila di kemudian hari terdapat perintah lain dalam putusan majelis hakim karena terdakwa telah melakukkan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan selama 6 bulan berakhir dan menjatuhkan pidana denda sebesar 6 juta rupiah. Seharusnya terdakwa dapat dikenai sanksi yang lebih berat sebagaimana tercantum dalam isi Pasal 301 Ayat (1) (Dico Primantara, http://jurnal.fh.unila.ac.id).

Kasus pemidanaan politik uang lainnya terjadi pada pilkada Banten, adalah Hidayat Wijaya, 40, dan Afrizal Dipura, 50, dituntut 3 tahun penjara di Pengadilan Negeri Serang, Banten. Jaksa dari Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Pilkada Banten 2017, Andri Saputra, menyatakan kedua terdakwa terbukti melanggar Pasal 187 a ayat (1) Jo ayat (2) UU No 10 Tahun 2016 tentang PP Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun