Mohon tunggu...
Rina Kezia
Rina Kezia Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Haloo~~ Selamat datang dan selamat membaca :D

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ngertakeun Bumi Lamba, Upacara masyarakat Sunda untuk Kelestarian Alam Di Gunung Tangkuban Perahu

11 Oktober 2020   14:41 Diperbarui: 11 Oktober 2020   14:58 1104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Cuplikan Youtube

Apakah anda sudah pernah mendengar upacara adat Ngertakeun Bumi Lamba? Upacara ini dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar Gunung Tangkuban Perahu, desa Jayagiri, kecamatan Lembang, Bandung Barat, Jawa Barat. 

Upacara ini merupakan sebuah bentuk ucapan terimakasih atas sumber daya alam yang ada di sekirar gunung. Upacara ini biasanya diiringi oleh musik dan tarian dari suku Sunda, serta adanya doa-doa yang dipanjatkan Tuhan yang Maha Esa karena sudah memberikan berkat bagi masyarkat di sana. Biasanya upacara adat Ngertakeun Bumi Lamba diadakan pada tanggal 1 Kapitu 1941 di dalam kalender Suryakala Sunda. Bulan Kapitu ini merupakan bulan ketujuh ketika matahari baru tiba dari bumi yang paling utara menuju ke seletan bumi dalam kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Sunda. 


Dari upacara tersebut maka masyarakat Sunda di sekitar Gunung Takubang Perahu diajak untuk tetap bersyukur atas sumber daya alam yang ada dan tetap menjaga dan melestarikan alam yang ada. Kepala Bidang Pemasaran Area I Jawa Kementerian Pariwisata, Wawan Gunawan (dalam Walad,2019) pada SuaraKarya.id menjelaskan bahwa Filosofi hidup yang dimiliki oleh masyarakat Sunda adalah Mulasara Buana yang artinya memelihara alam semesta. Visi kehidupan dibentuk oleh kebutuhan untuk menjaga keseimbagan alam dan visi ini disebabkan oleh berbagai perilaku manusia yang cenderung berlebihan dalam memanfaatkan alam. Sehingga upacara ini menjadi salah satu bentuk kesadaran akan hal tersebut.

Dari upacara yang merupakan budaya dari Sunda ini, kita dapat melihat dimensi budaya yang telah dipaparkan oleh Kluckhon dan Strodbeck. Menurut Kluckhon dan Strodbeck, terdapat beberapa orientasi nilai budaya yaitu human nature atau hakikat hidup atau sifat manusia, person-nature orientation atau hubungan manusia dengan alam sekitarnya, time orientation atau orientasi waktu dan activity orientation atau orientasi aktifitas. Namun pada upacara adat Ngertakeun Bumi Lamba ini merupakan bentuk dari orientasi person-nature atau hubungan manusia dengan alam.

Dalam taksonomi nilai budaya Kluckhon dan Strodebeck, terdapat tiga jenis hubungan yang dapat merepresentasikan bagaimana budaya yang berbeda terhubung dan berinteraksi dengan alam. Upacara adat Ngertakeun Bumi Lamba ini merupakan salah satu bentuk dari keselarasan manusia dengan alam. Menurut Samovar, dkk (2017, h.216), "This orientation affirms that people should, in every way possible, live in harmony with nature", yang artinya dalam orientasi ini ditegaskan bahwa berbagai cara dapat dilakukan untuk hidup selaras dengan alam. 

Budaya dengan orientasi ini menjadikan alam sebagai bagian dari kehidupan manusia sehingga harus dijaga dan dilestarikan keberadaannya. Seperti yang dilakukan dalam upacara adat Ngertakeun Bumi Lamba, masyarakat yang tinggal di sekitar Gunung Tangkuban Perahu melakukan upacara ini sebagai rasa terima kasih atas tersedianya sumber daya alam yang ada di sana dan mereka juga ingin untuk tetap melestarikan sumber daya alam yang ada di sana sebagai bentuk penghargaan kepada penciptannya.

Kemudian upacara Ngertakeun Bumi Lamba ini jika dilihat dari dimensi-dimensi nilai budaya yang dikemukakan oleh Hofstede, yaitu individualisme/kolektivisme, penghindaran ketidakpastian, maskulin dan feminim, orientasi jangka panjang dan jangka pendek, dan pengaruh kekuasaan.

Dalam dimensi nilai budaya ini, kita dapat menemukan budaya kolektivisme yang ada di tengah masyarakat Sunda yang melakukan upacara Ngertakeun Bumi Lamba ini. Almost all over the world, people live in a collective culture. This culture is more concerned with the interests of groups than individuals (Samovar, dkk, 2017: 224), yang artinya hampir di seluruh dunia, masyarakat hidup dengan budaya kolektif. Budaya ini lebih mementingkan kepentingan kelompok daripada individu. 

Budaya kolektif ini merupakan sebuah bentuk imbalan atau kesetiaan seseorang dalam sebuah kelompok seperti keluarga dan suku. Orang-orang dengan budaya ini lebih berfokus pada keanggotaan mereka dalam sebuah kelompok, sehingga komunikasi antar individu sangat diperlukan sehingga dapat menciptakan kedekatan. Dari upacara tersebut kita dapat melihat bagaimana masyarakat berdinamika dan bekerja sama dalam melakukan upacara ini. Semua masyarakat bersama-sama melakukan bagian-bagiannya sehingga acara ini dapat berjalan dengan baik.

Jadi dari upacara adat Ngertakeun Bumi Lamba ini kita dapat mengetahui bahwa masyarakat Sunda yang berada di sekitar Gunung Tangkuban Perahu merupakan masyarakat dengan budaya kolektif, karena masyarakatnya mau bersama-sama menjalankan upacara adat ini dengan baik. 

Kemudian dari kegiatan upacara yang dilakukan masyarakat ini, kita dapat mengetahui bahwa mereka menjalankan orientasi hubungan manusia dengan alam, yang dimana mereka ingin menciptakan keselarasan antara manusia dan alam sehingga manusia dapat hidup dengan baik dan alam yang ada di sekitarnya juga dapat tetap terjaga dan lestari.  

Daftar Pustaka

Samovar, L. A., Porter, R. E., McDaniel, E. R., & Roy, C. S. (2017). Communication between cultures (9th ed.). Boston, MA: Cengage Learning. 

Walad, S. (2019, Juni 11). Mengenal Kebesaran Budaya Sunda Lewat Upacara Ngertakeun Bumi Lamba (Y. Parjiyono, Ed.). Diakses pada 09 October 2020, dari https://www.suarakarya.id/detail/93893/Mengenal-Kebesaran-Budaya-Sunda-Lewat-Upacara-Ngertakeun-Bumi-Lamba

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun