Mohon tunggu...
Kurniasih
Kurniasih Mohon Tunggu... Administrasi - pengajar dan penulis

Rinai Kinasih adalah Kurniasih. Menulis adalah untuk berbahagia. Tak lupa juga untuk mencintai pepohonan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Gambarku, Perhiasanku

15 Agustus 2017   16:46 Diperbarui: 15 Agustus 2017   17:31 2560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Menggambar, di keluarga besar saya bukanlah keterampilan yang asing. Mulai dari Aki, yaitu bapak dari ibu saya, bapak saya sendiri, sampai empat kakak saya pandai menggambar. Saat masih duduk di sekolah dasar, saya kerap mengagumi gambar di buku gambar sekolah kakak laki-laki saya sewaktu duduk di sekolah dasar. Gambar pemandangan yang dibuat olehnya tampak berbeda dengan umumnya gambar yang saya lihat. Kakak saya menggambar pemandangan dari dekat, bukan dari jauh. Biasanya anak sekolah dasar menggambar pemandangan dengan menciptakan dua buah gunung yang dilengkapi oleh pesawahan. Gambar kakak saya ini malah membentuk deretan pepohonan di sebuah hutan dengan detail dahan dan ranting yang halus dan indah. Seluruh detail ranting, dahan dan dedaunan kemudian dipulas dengan menggunakan pinsil warna secara halus dan proporsional. Saya benar-benar mengaguminya hingga menciptakan tokoh-tokoh di dalamnya yang beraktivitas di dalam hutan.

Disemangati oleh darah seni yang mengalir mulai dari Aki, bapak hingga kakak-kakak saya, saya pun merasa cukup percaya diri saat menggambar. Meskipun sebenarnya saya tahu bahwa gambar saya tidak seindah yang dibuat oleh kakak-kakak saya. Tapi saya tetap bersemangat saat di hari Minggu, saya dan kakak-kakak saya biasanya menggambar bersama di meja keluarga. Kakak saya yang perempuan malah pandai menggambar orang. Ia akan menggambar perempuan dengan cantik yang tengah beraktivitas di pasar misalnya. Pakaian yang dikenakan tokoh perempuan ciptaannya itu akan dipulasnya secara serasi dan indah. Saya pun kerap terkagum-kagum memandangi hasil gambarnya.

Suatu hari, saya merasa frustasi dengan kemampuan menggambar saya yang tidak sebagus hasil gambar kakak-kakak saya. Buku gambar yang sengaja dibuat oleh bapak, tiba-tiba malu saya perlihatkan kepada siapapun. Di saat rumah sedang sepi, saya bersiasat. Tekad saya adalah menggambar sebagus mungkin! Saya mengendap-ngendap memasuki ruang tamu tempat koran langganan keluarga tersimpan. Saya ambil koran Pikiran Rakyat edisi Hari Minggu.

Di koran PR Minggu biasanya memuat gambar hasil kreasi pembaca cilik. Saya robek sebuah kertas kosong dari buku gambar lalu saya tempelkan ke atas gambar di koran tersebut. Yap! Saya menjiplaknya! Kebetulan gambar yang dimuat di koran PR tersebut adalah gambar seorang perempuan cantik. Saya menjiplaknya dengan menggunakan pinsil 2B. Setelah selesai menjiplak maka giliran saya berkreasi sendiri dengan warna. Saya ambil pinsil warna andalan saya, yaitu FABER-Castel yang empuk saat diguratkan di atas kertas. Saya benar-benar berkreasi dengan warna-warna yang saya suka.

Setelah selesai mewarnai gambar jiplakan saya, sejenak saya merasa puas. Tetapi beberapa menit kemudian saya sedih karena saya tahu gambar tersebut bukan sepenuhnya hasil kreasi saya. Saya benar-benar tidak percaya bahwa saya tidak dapat menggambar dengan hasil seindah dan sebagus hasil gambar kakak saya. Untuk mengisi kekecewaan, akhirnya saya memilih membaca halaman koran Pikiran Rakyat di sisi yang lain, yaitu cerita anak. Rasa kecewa saya pada kemampuan menggambar saya yang kurang baik cukup terobati dengan membaca cerita anak tersebut.

Keesokan harinya, sepulang sekolah saya melihat kembali hasil gambar saya yang menjiplak gambar di koran tersebut. Saya perhatikan detail serta warnanya. Tiba-tiba tatapan mata saya terantuk pada perhiasan yang dipakai tokoh perempuan tersebut. Memandang secara lekat perhiasan yang dipakai tokoh perempuan tersebut menciptakan sebuah gagasan yang waktu itu rasanya sangat brilian! Untung saja ibu tidak memergoki saya yang belum juga melepas pakaian seragam. Saya ambil peralatan menggambar saya di meja belajar, serta gunting! Iya, saya akan menggunting gambar saya.

Lantas saya asyik menciptakan aneka bentuk perhiasan untuk telinga. Ada bentuk giwang berupa berlian bulat yang diberi polesan warna kuning tulang. Ada pula anting panjang yang terdiri dari batu-batu berwarna merah serta warna lainnya. Untuk menghasilkan perhiasan tersebut, saya membuat gambar terlebih dahulu dengan menggunakan pinsil 2B lalu memberinya warna sesuka hati. Satu kertas ukuran A4 dipenuhi oleh gambar giwang dan anting aneka bentuk. Saya memandanginya lekat. Terbit rasa kagum pada hasil kreasi saya itu.

Rumah masih sepi waktu itu. Kakak-kakak saya belum pulang dari sekolah. Ibu masih sibuk memasak di dapur. Saya segera menutup pintu kamar saya perlahan-lahan. Saya mengganti pakaian seragam dengan pakaian terbaik untuk pergi. Sambil berdendang kecil, saya menggunting-gunting giwang dan anting hasil ciptaan saya itu. Saya bagaikan tengah membuat perhiasan asli saja. Saya senang warna-warna kesukaan saya tertera di gambar hasil ciptaan saya sendiri. Terpenting lagi adalah saya tidak menjiplak gambar di koran. Setelah berpasang-pasang giwang dan anting tergunting rapi, saya kumpulkan secara hati-hati. Satu alat lagi harus saya gunakan, yaitu solatip bening.

Solatip bening saya potong kecil-kecil. Lalu saya tempelkan di ujung atas setiap giwang dan anting yang saya punya di wadah Faber-Castel saya yang terbuat dari kaleng. Bapak sengaja membelikan pinsil warna Faber-Castel yang terdiri dari 36 warna. Wadah tersebut saya gunakan sebagai tempat menyimpan perhiasan kertas saya itu. Saya jejerkan perhiasan saya itu di bagian penutupnya. Sungguh saya merasa beruntung karena memiliki pinsil warna yang jumlahnya banyak itu. Setiap warna terdiri dari tiga gradasi warna. Sehingga, saya bebas memilih warna sesuai dengan kreasi imajinasi saya.

Sebelum kakak-kakak saya pulang dari sekolah, saya segera mencoba satu per satu anting saya yang saya punya itu. Rasanya saya sedang menjadi seorang putri kerajaan yang memiliki banyak perhiasan! Tetapi karena pakaian untuk pergi yang saya miliki tidak terlalu banyak, saya tidak dapat memadu madankan secara lebih leluasa antara warna perhiasan dan pakaian. Namun demikian, saya tetap bergembira. Cermin meja rias ibu yang cukup besar itu bagaikan wajah ibu saya yang tersenyum memberikan pujian kepada kreasi putrinya. Setelah cukup puas mencoba satu per satu perhiasan tersebut, saya meletakkan perhiasan tersebut dengan hati-hati di wadah pinsil warna tersebut. Saya menutupnya perlahan-lahan agar perhiasan tidak rusak. Lalu saya simpan wadah pinsil warna tersebut bagaikan menyimpan kotak perhiasan seorang putri raja J

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun