Mohon tunggu...
Rina A. Nurfahrudin
Rina A. Nurfahrudin Mohon Tunggu... Mahasiswa Ekonomi Pembangunan, Universitas Negeri Semarang

Selamat membaca Readers!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Sawit Indonesia: Antara Berkah Ekonomi dan Beban Ekologi Menuju Solusi Terpadu

11 Mei 2025   21:53 Diperbarui: 11 Mei 2025   21:53 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Industri kelapa sawit sudah lama menjadi pendorong perekonomian nasional, jauh sejak tahun 1911 kelapa sawit sudah menjadi perkebunan kelapa sawit komersial di Indonesia. Jika dilihat dari sisi pendapatan negara, industri kelapa sawit mampu menyumbang devisa negara dari ekspornya, serta mampu membuka banyak lapangan kerja mulai dari hulu hingga hilir. Secara realitanya tak dapat dipungkiri, "emas hijau" ini sudah memberikan banyak kontribusi secara signifikan bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sebagian masyarakat khususnya di Indonesia. Tetapi, di balik kebermanfaatan yang dihasilkan, terdapat bayang-bayang dampak lingkungan yang tak bisa diabaikan oleh kita semua. Proses ekspansi perkebunan kelapa sawit seringkali berjalan beriringan dengan deforestasi, hilangnya keanekaragaman hayati, dan potensi kerugian ekologis jangka panjang yang mengkhawatirkan.

Kenyataan pahit dari pernyataan tadi menimbulkan tanda tanya, apakah Indonesia akan terus menerus memaksimalkan potensi ekonomi kelapa sawit beriringan dengan terus menerus mengorbankan kekayaan alam dan keseimbangan ekosistemnya. Isu ini telah menjadi perdebatan panas antara dua sisi yang berlawanan antara kelompok pro dan kontra dalam keberlanjutan industri kelapa sawit di Indonesia. Hal tersebut didukung oleh pernyataan kontroversial Presiden Republik Indonesia saat ini Presiden Prabowo Subianto di pidatonya di Bappenas pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang)  pada Senin, 30 Desember 2024, beliau justru menyatakan bahwa pro terhadap keberlanjutan industri kelapa sawit dengan menambah jumlah tanam sawit dan tidak perlu takut akan membahayakan akibat adanya deforestasi.

Sedangkan di sisi lain, suara penolakan juga muncul dari berbagai forum baik nasional maupun internasional. Salah satunya datang dari Direktur Eksekutif WALHI, Zenzi Suhadi, saat acara "Forum Lingkungan Hidup Nasional 2024" yang diadakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Ia menegaskan bahwa keberlanjutan industri kelapa sawit hanya akan menjadi angan-angan jika pemerintah terus mengabaikan praktik deforestasi besar-besaran dan perampasan lahan milik masyarakat adat. Menurutnya, perlu adanya moratorium terhadap perluasan Perkebunan kelapa sawit serta penegakan hukum yang tegas terhadap perusahaan yang merusak lingkungan. Pernyataan ini mencerminkan kekhawatiran mendalam dari kalangan masyarakat sipil terkait kebijakan yang lebih mengedepankan kepentingan ekonomi daripada perlindungan lingkungan.

Lalu, apa jalan tengah serta solusi terpadu yang bisa menyatukan dan menengahi opini dari dua kelompok tadi? Apakah pernyataan Presiden Prabowo Subianto sudah cukup menjadi dasar untuk mendukung dilakukannya keberlanjutan industri kelapa sawit nasional.

Untuk mewujudkan solusi terpadu, pemerintah semestinya tidak hanya fokus pada pengembangan industri kelapa sawit, tetapi juga memperkuat komitmen terhadap keberlanjutan lingkungan. Regulasi secara transparan, dan adil sangat diperlukan dalam mekanisme keberlanjutan program ini. Usulan penggunaan teknologi ramah lingkungan dan praktik agroforestri dapat menjadi jalan tengah yang menyatukan antara pertumbuhan ekonomi dengan pelestarian lingkungan. Dengan cara ini, industri kelapa sawit Indonesia dapat terus menjadi sumber devisa negara tanpa mengorbankan masa depan ekologi domestik. Keputusan ini menjadi kunci agar sawit benar-benar memberikan kebermanfaatan dan justru bukan menjadi beban.

Opini dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia mengenai keberlanjutan kelapa sawit yang diunggah di laman websitenya pada 30 Desember 2024 bersamaan dengan pernyataan yang disampaikan oleh Presiden Prabowo Subianto sedikit menjawab bagaimana kelanjutan dari persoalan isu ini. Solusi terpadu dalam permasalahan kelapa sawit seharusnya tidak hanya memenuhi kebutuhan ekonomi, tetapi juga mengintegrasikan aspek sosial dan ekologis secara seimbang.

Kementerian Keuangan Republik Indonesia menegaskan bahwa industri kelapa sawit merupakan pilar penting pembangunan nasional karena kontribusinya terhadap pendapatan negara, kesejahteraan petani, dan penciptaan lapangan kerja. Namun, Kemenkeu juga menekankan pentingnya perbaikan tata kelola industri kelapa sawit, termasuk peningkatan transparansi rantai pasok, sertifikasi keberlanjutan seperti ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil), serta dukungan fiskal untuk praktik pertanian yang ramah lingkungan. Hal ini menunjukkan kesadaran pemerintah untuk mendorong industri kelapa sawit yang tidak hanya mampu bersaing secara global, tetapi juga beretika dan berkelanjutan. Dengan sinergi antara kebijakan fiskal, pengawasan lingkungan, dan pemberdayaan masyarakat, Indonesia dapat menciptakan model pembangunan kelapa sawit yang inklusif dan berkelanjutan dalam jangka panjang.

Rina A. Nurfahrudin

Mahasiswa Ekonomi Pembangunan, Universitas Negeri Semarang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun