Panas sengat menyambar ganas memompa nafas membidik lepas hempas memeras menyilang ombak menghantam kanvas
Berlahan tapi pasti bahagia meranjak pergi
Sunyi ku cumbui mendekap sunyi menepis bunyi
Dimana letak nurani pada senja ini
Apakah bisa ku sisir kembali hati yg dulu pernah ku singgahi
Kencang ku berlari meninggalkan penantian yg menghujam kelam
Ku menghilang bagai bayang yg tak mampu kau genggam
Saat lentera jingga mulai redup tak terasa
Saat binar cahaya tak lgi terbitkan warna disitulah ku tak bisa nyalakan kembali rembulan diatas sana
Ku pun tak sanggup memetik bintang ku hanya mampu menggegam awan mendekap angan setelah ku berjalan melangkah tampa pesan
Gimana....ku mampu menempuh lusuh membelai peluh mengusap gaduh risai jiwa ku pun lumpuh
Hilang jarum tupukan jerami bagai langit&bumi jauh tak bertepi lautan pun begitu lebar untuk ku sebrangi
Kau begitu sempurna di mata ku hingga ku tak mapu menyamai benih cinta diladang mu
Maafkan ku bukanlah siapa siapa bila dibandingkan dgn dia atau mereka
Derajat kita jauh berbeda ku hanya insan biasa yg tak punya apa apa sementara kau anak orang kaya berlimpahkan harta berfundasikan istana
Ku gak mau suatu saat nanti ku hanya menjadi bahan cacian menjadi bahan ledekan ditiap alur kehidupan
Tiap tetes air mata tiap jalan yg ku tempa adalah doa semoga kau bahagia dengan dia yg lebih dari segalanya...
Rina Piliang