Mohon tunggu...
Rina Wibowo
Rina Wibowo Mohon Tunggu... -

Ekonomi Pembangunan, Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Money

[Resensi] Bank Sentral itu Harus Membumi

6 November 2018   15:23 Diperbarui: 6 November 2018   17:44 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Judul Buku : Bank Sentral Itu Harus Membumi
Penulis : Darmin Nasution
Penerbit : Galang Pustaka
Tebal : 272 halaman

Pengarang buku yang "berani dan fenomenal" ini bernama lengkap Dr. Darmin Nasution seorang Gubernur Bank Indonesia periode 2010-2013. Sebagai Ketua Bapepam dan Lembaga Keuangan pada tahun 2005-2006, Direktur Jendral Pajak pada tahun 2006-2009 dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sejak 12 Agustus 2015, ia memiliki pemikiran yang apik akan sosok lembaga keuangan yang berada di jantung negara.

Darmin memiliki keinginan untuk menjadikan bank sentral sebagai sebuah menara air bukan semata dilandasi oleh keinginan untuk menjadi populis. Namun banyak kebijakan yang dikeluarkan BI (Bank Indonesia) ibarat "menggantung" di awan, yang artinya kebijakan itu tidak mampu menjangkau dan menyentuh root-cause atau akar permasalahan sebenarnya. Sehingga ia ingin mengajak BI dan semua pemangku kepentingannya untuk melihat realita menggunakan panca indera. Bukan menjadi menara gading yang indah tapi hanya untuk dipandang.

Banyak tantangan ekonomi yang dihadapi oleh negara ini, diantaranya defisit transaksi berjalan dalam neraca pembayaran sehingga harus ditutupi dengan impor, sulitnya memperoleh kredit secara luas dan murah atau memanfaatkan fasilitas keuangan untuk masyarakat miskin, dan kualitas human capital.

Pantaslah jika Darmin Nasution kerap mengatakan kepada rekan-rekannya di BI bahwa kebijakan itu lebih bersifat seni ketimbang sains, maka kita harus mengambil langkah berani yang tidak harus selaras dengan teori, namun atas dasar keyakinan dan kemampuan dalam melihat kedepan yang tujuan akhirnya adalah meletakkan kepentingan ekonomi nasional di atas segalanya.

Pemikiran Darmin yang lain adalah pentingnya melihat inflasi dalam kerangka waktu dan peran konsistensi kebijakan, dikarenakan inflasi adalah fenomena sosial yang dipengaruhi oleh faktor masa lampau, saat ini dan masa yang akan datang.

Hal yang sangat mencengangkan dalam buku ini adalah pandangan Darmin akan cara menurunkan suku bunga kredit, yaitu "Bagaimana mungkin masyarakat kecil yang produktif bisa mengembangkan usahanya kalau belum apa-apa suku bunga bank sudah menghadang? caranya adalah dengan berkaca pada negara India dan Malaysia untuk memublikasikan suku bunga dasar kreditnya kepada masyarakat sesuai dengan format yang ditetapkan BI dengan menerbitkan SE (Surat Edaran) No. 13/5/DPNP tanggal 8 Februari 2011. Transparansi tersebut dapat memberikan pembelajaran kepada masyarakat untuk bisa menimbang-nimbang bank mana yang memberikan manfaat paling besar dan menuntun penurunan suku bunga kredit secara menyeluruh."

Walaupun bergenre social-science, buku ini cukup inspiratif. Pertama, buku ini dimaksudkan sebagai penjelasan kepada masyarakat umum mengenai apa yang terjadi di Bank Indonesia dan langkah-langkah yang diambil Darmin Nasution ketika menjadi Gubernur Bank Indonesia.

Kedua, Darmin tidak malu mengakui bahwa ia melakukan kesalahan. Seperti dalam pembentukan Otoritas Jasa Keuangan, yang memisahkan antara kebijakan moneter (BI) dengan pengawasan perbankan (OJK). Darmin menjelaskan bahwa sebelumnya ia tidak paham dan termasuk orang-orang yang merumuskan pembentukan OJK. Setelah paham, ia menyadari bahwa ternyata kebijakan moneter tidak dapat dipisahkan dengan pengawasan perbankan. Namun, ia berusaha 'memperbaiki' kesalahannya dengan memberikan orang-orang yang capable untuk OJK, bukan sekadar mengadakan institusi tersebut dengan orang-orang yang 'seadanya'.

Ketiga, ada banyak cerita human interest di dalam buku yang rasanya 'sangat ekonomi' ini. Misalnya tentang penyatuan atm BCA dengan Mandiri. Ceritanya, karena tidak kunjung selesai akhirnya Darmin memanggil Zulkifli Zainal dan Jahja Setiaatmadja ke kantornya. Janji pada jam 15.00, tetapi karena rapat sebelumnya molor, maka Darmin pun baru datang jam 16.00. Setelah bertemu dan menyatakan keinginannya agar kedua atm bisa bergabung, kedua pihak langsung setuju. Ternyata, proses menunggu Darmin selama seminggu itu malah memberikan waktu bagi kedua bos tersebut untuk merundingkan masalah penggabungan atm mereka. Nah, akhirnya 'selesai tanpa disengaja'. Dan itu diakui oleh Darmin.

Desain cover buku ini terbilang cukup sederhana, dipadukan dengan warna netral mencerminkan gaya si penulis yang tidak memihak dalam urusan pekerjaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun