Membiasakan diri berjalan kaki, bersepeda, dan menggunakan kendaraan umum
Pembakaran bahan bakar fosil untuk memenuhi kebutuhan energi manusia berkontribusi terhadap hampir 2/3 emisi GRK yang diproduksi secara global. Perjalanan sejauh satu kilometer dengan kendaraan berbahan bakar bensin atau solar akan menghasilkan emisi sebanyak 200 gram CO2 (www.iesr.or.id).
Pandemi membuat gaya hidup berubah. Ini seharusnya juga menjadi momentum  untuk membiasakan diri berjalan kaki maupun bersepeda untuk jarak dekat. Selain ramah lingkungan, murah, dan menyehatkan. Untuk bepergian asal masih terjangkau kami pun lebih memilih angkutan umum. Selain mengurangi gas buang, berjalan kaki ke minimarket yang kebetulan dekat rumah juga menghemat ongkos parkir.Â
Menanam tanaman maupun adopsi pohon
Kebutuhan satu orang bernapas dikatakan setara dengan empat pot tanaman. Jika di rumah saya ada lima orang artinya setidaknya harus ada 20 pot tanaman. Saat berfotosintesis tanaman menyeimbangkan jumlah antara oksigen dan karbondioksida melalui proses fotosintesis. Namun, tidak semua suka bercocok tanam dan keterbatasan lahan. Sebagai warga kota kita bisa memilih opsi adopsi pohon. Saat ini banyak sekali LSM yang menawarkan program adopsi pohon. Saya terdaftar sebagai adopter di salah satu organisasi peduli lingkungan.Â
Menanam lebih banyak pohon, mencegah deforestasi dan degradasi lahan, dan tak merusak ekosistem laut serta perairan merupakan jalan alamiah menangkap karbon. Melalui adopsi pohon kita turut menjaga kelestarian hutan.
Terakhir, komitmen dari rumah tersebut diharapkan berkontribusi dalam menjaga bumi agar tidak cepat panas dengan mengurangi emisi dalam kehidupan sehari-hari. Ibu bijak yang peduli lingkungan sekaligus cerdas dapat menekan pemborosan yang tidak perlu. Â Sekali menyelam dua tiga pulau terlampaui. Suami pun makin sayang!^^
Referensi:
https://www.forestdigest.com/detail/1137/apa-itu-net-zero-emissions
http://www.iesr.or.id/kkv3/tentang-jejak-karbon/Â