Mohon tunggu...
Rimayanti Z
Rimayanti Z Mohon Tunggu... widyaiswara - Praktisi Pendidikan

Pengajar walau bukan guru

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sarung untuk Abak

24 Mei 2020   11:34 Diperbarui: 27 Mei 2020   09:22 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku merindukan semua itu. Aku rindu Abak dan Amak. Sudah 2 tahun aku tidak pulang. Semenjak berangkat ke tanah Jawa 2 tahun lalu aku belum pernah pulang. Teringat kembali bagaimana mereka melepas keberangkatanku. Dua bungkus nasi dengan daun pisang menjadi bekalku ketika diperjalanan. 

Amak memasukkan goreng telur balado kedalam nasi. Aroma daun pisang bercampur cabe dan telur yang digoreng menimbulkan rasa yang khas. Biasanya ini menjadi makanan favoritku. 

Namun saat itu aku sulit menelannya. Terbayang wajah amak saat menanak nasi itu. Terbayang Abak dengan semua harapannya padaku. Ya, aku sudah menyelesaikan kuliahku. Sesuai dengan cita-cita Abak. Dan ke tanah Jawa ini aku mengadu nasib membawa ijazah sarjanaku.

Seperti apapun Zainal nanti di rantau, shalat jangan pernah tinggalkan. Jujurlah pada induk semang. Jangan pernah khianat pada kepercayaan orang. Jangan pula bermalas-malasan. Bangkitkan batang terendam

Pagi sebelum berangkat Abak memanggilku ke biliknya. Menyibakkan kain penutup rak kayu tempat pakaiannya yang tidak seberapa itu. Beliau mengambil kain dari rak paling bawah. Mengeluarkan dari plastik pembungkusnya. Aku tahu ini adalah sarung kesayangan Abak. 

Sarung bugis berwarna merah hati pemberian Apak Syarif teman Abak semasa masih mengaji di surau. Apak Syarif kabarnya sudah sukses di Jakarta. Ketika pulang Beliau mencari Abak. 

Memberi sebuah sarung dan sejumlah uang. Uang itulah yang Abak hemat guna membayar uang sekolahku ketika SMA dan kuliah dulu. Ketempat Apak Syariflah menumpang sementara di Jakarta.

"Ini,  bawalah", Abak menyorongkan sarung itu kepadaku.

"Jangan Bak, itu sarung kesayangan Abak", aku berusaha menolaknya. Aku tahu persis bagaimana sayangnya Abak dengan sarung ini. Dipakaipun hanya ketika hari raya. Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Haji.

"Ambillah, Abak tidak ingin kau shalat di tempat orang menggunakan kain kumal", katanya padaku.

"Seperti apapun Zainal nanti di rantau, shalat jangan pernah tinggalkan. Jujurlah pada induk semang. Jangan pernah khianat pada kepercayaan orang. Jangan pula bermalas-malasan. Bangkitkan batang terendam. Kehidupanmu harus lebih baik dari Abak dan Amak. Namun jika nasib sedang mengujimu, ambillah sarung ini. Shalatlah, kadukan semua pada Allah Subhanahuataala. Karena hanya Dialah yang maha penolong". Kuambil sarung bergaris-garis hitam itu dengan berat hati. Kuresapi setiap kata-kata nasehat dari Abak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun