Mohon tunggu...
Rima Handayani
Rima Handayani Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar dan Penulis yang masih terus belajar

Be your self

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hati-hati Jejak Digital Bisa Menjadi Cancel Culture

10 September 2021   10:03 Diperbarui: 11 September 2021   02:47 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jejak digital | Sumber: shutterstock via adv.kompas.id

Baru saja menghirup udara segar dan kebebasannya dirayakan di sejumlah program TV swasta dan memicu gelombang protes. 

Di mana sebelumnya, mantan narapidana yang juga public figure bernama Saipul Jamil dikalungi untaian bunga dan diarak dengan mobil mewah. 

Gelombang protes pun ramai diberitakan media massa dalam bentuk petisi pemboikotan atas public figure Saipul Jamil.  

Petisi ajakan boikot Saipul Jamil di laman Change.org yang bertajuk "Boikot Saipul Jamil Mantan Narapidana Pedofilia, Tampil di Televisi Nasional dan YouTube." 

Hingga saat ini petisi tersebut telah tembus 500.000 tanda tangan, luar biasa menjadi salah satu petisi yang terbanyak ditanggapi oleh publik. 

Aksi penolakan terhadap Saipul Jamil ini terjadi bukan semata karena latar belakangnya, melainkan karena glorifikasi yang berlebihan atas kebebasan Saipul Jamil yang dinilai tidak melihat sisi psikologis korban. 

Aksi penolakan ini dikenal dengan istilah cancel culture. Secara sederhana, cancel culture merujuk pada gagasan untuk "membatalkan" seseorang dengan arti memboikot atau menghilangkan pengaruh orang tersebut di media sosial maupun nyata. 

Polanya biasa terjadi pada public figure yang dianggap problematik kemudian publik merespons melalui media sosial dengan efek bola salju yang semakin lama membesar hingga timbul seruan untuk meng "cancel" si public figure, baik dengan cara memboikot karyanya atau meminta pertanggung jawaban yang lebih tegas dari industri atau instansi yang berkaitan dengannya.

Fenomena cancel culture ini sebenarnya sudah muncul sejak lama, tetapi baru akrab di telinga masyarakat Indonesia pada tahun 2019.  

Cancel culture berawal dari gerakan yang disampaikan oleh bangsa berkulit hitam bertujuan untuk menyuarakan diskriminasi yang mereka alami di tempat kerjanya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun