Mohon tunggu...
Riko Noviantoro Widiarso
Riko Noviantoro Widiarso Mohon Tunggu... Penulis - Peneliti Kebijakan Publik

Pembaca buku dan gemar kegiatan luar ruang. Bergabung pada Institute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP)

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Lumbung Pangan Komunitas, Kearifan Lokal Ketahanan Pangan

21 Mei 2020   10:41 Diperbarui: 21 Mei 2020   14:43 557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Adanya lumbung pangan yang dikelola komunitas bisa jadi jalan terhindar dari krisis pangan| Sumber: Shutterstock via Kompas.com

Ancaman krisis pangan global akibat pandemi virus Corona bisa menjadi persoalan serius. Laporan badan pangan dunia atau Food Agriculture Organization (FAO) yang memprediksi gangguan pasokan pangan global terjadi pada April -- Mei 2020 perlu disikapi secara serius. Terlebih pusat-pusat pertanian dan peternakan mulai mengalami hambatan produksi.

Indonesia juga patut antisipatif. Pemerintah memang tidak tinggal diam. Langkah strategis tengah dilaksanakan. Mulai dari kebijakan makro sampai pada kebijakan mikro. Namun hal itu belumlah cukup untuk meyakinkan mampu lolos dari ancaman krisis pangan, khususnya produksi beras.

Membaca data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2018 menggambarkan kebutuhan beras dalam negeri masih didominasi dukungan luar negeri. Hal itu dilihat dari angka impor beras Indonesia mencapai 2,2 juta ton. 

Impor beras itu berasal dari Vietnam sebanyak 767,2 ribu ton dan berasal dari Thailand yang mengekspor 795,6 ribu ton dan sisanya dari negara lain.

Tantangan lainnya adalah kondisi cuaca. Sudah berulang kali produksi beras nasional terganggu akibat cuaca. Hal itu memang risiko sektor pertanian, begitu pula peternakan dan perikanan. Petani sudah memahami benar tantangan cuaca tersebut.

Belajar dari itu semua, rasanya perlu bersama melirik pada upaya leluhur menjaga ketahanan pangan tingkat komunitas. Pasokan pangan mereka nyaris tidak ada ancaman. Bahkan sudah mampu menahan kebutuhan untuk 6 sampai 12 bulan ke depan. Ada pula yang sampai 5 tahun. Luar biasa.

Suku Baduy misalkan. Suku asli yang tinggal di wilayah Banten pedalaman ini punya model ketahanan pangan yang bisa ditiru. Mereka punya lumbung padi setiap keluarga yang disebut Leuit.

Leuit berbentuk rumah panggung yang pintunya menghadap ke Timur. Ukuran leuit sedang itu enam meter persegi, dan besar itu sembilan meter persegi. Mampu menampung 800-1200 ikat padi.

Suku Baduy juga punya tradisi beas perelak, yakni tradisi setiap keluarga menyisihkan sesendok beras setiap hari saat menanak nasi. Hasilnya dikumpulkan dan diserahkan pada tokoh desa untuk ditabung. Digunakan bagi kebutuhan pangan upacara adat dan lainnya. Lagi-lagi luar biasa.

Stok pangan: Membangun lumbung padi berbasis komunitas adalah kearifan lokal yang nyaris diabaikan. (foto: Buton Pos)
Stok pangan: Membangun lumbung padi berbasis komunitas adalah kearifan lokal yang nyaris diabaikan. (foto: Buton Pos)

Model yang diterapkan Suku Baduy itu dapat diadopsi bagi warga perkotaan. Setidaknya berbasis komunitas dalam ukuran kecil. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun