Mohon tunggu...
Riko Noviantoro Widiarso
Riko Noviantoro Widiarso Mohon Tunggu... Penulis - Peneliti Kebijakan Publik

Pembaca buku dan gemar kegiatan luar ruang. Bergabung pada Institute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Soal Pendatang Baru, Anies Perlu Timbang Saran Ini

11 Juni 2019   00:14 Diperbarui: 11 Juni 2019   02:56 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KOMPAS.com/ANDREAS LUKAS ALTOBELI

Sekejam-kejamnya ibu tiri, masih kejam ibu kota. Ungkapan yang popular lewat film-film komedi era 80-90 an ini terkadang benar adanya. Ibu kota memang kejam, namun tetap menarik bagi para pengundi nasib untuk bertarung ke kota Jakarta.

Lihat saja setiap usai lebaran, wajah ibu kota rasanya menjadi lebih padat. Bukan semata kembalinya para pemudik lebaran, tetapi kedatangan para pendatang baru yang diprediksi tahun ini sebanyak 71 ribu jiwa. Jumlah pendatang baru itu bertambah 2 ribu jiwa dari tahun sebelumnya. Sudah pasti akan menambah padat kota seluas 661 kilometer persegi ini.

Apalagi mengingat jumlah penduduk Jakarta sudah tidak ideal lagi. Dimana ruang hunian yang tersedia tidak lagi memadai. Dari data BPS tingkat kepadatan penduduk telah mencapai 15.700 jiwa per 1 kilometer persegi.

Padahal, kebutuhan ruang per 1 jiwa adalah 9 meter persegi. Itu dihitung berdasarkan aktivitas dasar warga di dalam rumah meliputi tidur, makan, kerja, duduk, mandi, kakus, cuci dan masak serta ruang gerak lainnya.

Perhitungan itu dituangkan dalam Kepmen Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor: 403/Kpts/M/2002 Tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Sederhana Sehat.

Dalam tinjauan Antropometri sejatinya ruang ideal untuk satu orang dalam rumah cukup bervariasi. Banyak faktor yang perlu diperhitungkan.

Meski demikian keputusan Menteri yang menempatkan per 1 jiwa butuh 9 meter persegi bisa dijadikan rujukan. Sehingga rumah yang dihuni 4 orang perlu luas minimal 36 meter persegi.

Terlepas dari itu, pada tahun ini pemerintah Jakarta terasa lebih terbuka dengan pendatang baru. Gubernur Jakarta, Anies Baswedan menyambut kedatangan 71 ribu pendatang baru tersebut.

Bahkan Anies pun memastikan tidak ada perlakuan operasi yustisi. Berbeda dengan kebijakan pada tahun sebelumnya. Sungguh kebijakan yang cukup bijak.

Sikap pemerintah Jakarta yang melunak bagi pendatang baru sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat. Bahkan Kementerian Dalam Negeri telah mempermudah tata cara perpindahan penduduk. Hal itu tertuang dalam Surat Edaran bernomor 471.12/18749/Dukcapil tanggal 10 Oktober 2018 tentang mekanisme layanan surat pindah penduduk

Dasar surat edaran itu adalah Peraturan Presiden (Perpres) nomor 25 tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.

Pada sisi lain persoalan pendatang baru di kota Jakarta, juga dirasakan di kota-kota penyangga Jakarta. Pasalnya para pendatang baru sebenarnya lebih banyak berhuni di kota penyangga. Hanya mencari pekerjaan saja di kota Jakarta. Dengan demikian persoalan pendatang baru bukanlah persoalan pemerintah Jakarta semata.

Tetapi menjadi persoalan pemerintahan kota penyangga pula. Pemerintah Bekasi, Pemerintah Depok, Pemerintah Bogor dan Pemerintah Tangerang ikut menerima dampak pendatang baru tersebut.

Maka perlu rasanya pemerintah Jakarta menggandeng pemerintah kota penyangga untuk membahasnya. Karena beban persoalannya pun hampir sama. Mulai dari penambahan penduduk, ruang hunian yang tidak memadai, lapangan kerja yang sempit, hingga persoalan kriminalitas.

Harapannya dari pembicaraan lintas pemerintahan daerah itu menghasilkan solusi yang lebih menarik. Mulai dari pendataan para pendatang baru yang lebih akurat. Penyebaran tempat tinggal bagi pendatang baru, hingga pekerjaan yang didapatkan. Hasilnya berupa kebijakan pengelolaan kependudukan yang lebih akurat dan sesuai kebutuhan di masa mendatang.

Semoga pendatang baru adalah energi perubahan.

Peneliti Kebijakan Publik, Institute for Development of Policy and Local Partnership

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun