Mohon tunggu...
Riko Bagaskara
Riko Bagaskara Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Sederhana, banyak rasa. rikobagaskaraa.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kode Etik

16 April 2017   10:52 Diperbarui: 16 April 2017   20:00 901
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kode Etik

            Singkat saja, alasan saya menulis opini yang tidak terlalu penting ini, mungkin bagi sebagian dari anda, bahwasan nya, saya merasa orang – orang di zaman sekarang ini mudah sekali melupakan sebuah kode etik. Sebelum nya, saya akui juga, para manusia pintar yang seolah dituntut akan ke profesionalisme di zaman sekarang ini memang sangat viral, bahkan sudah sangat mewabah. Namun mari kita tengok sedikit mengenai manusia – manusia yang hebat yang dituntut akan profesionalisme ini, sudahkah mereka juga menengok balik akan sebuah kode etik? Lalu seberapa jauh hubungan kode etik dengan manusia – manusia dan kehebatan nya? Atau bahkan dengan kinerja profesionalisme nya? Atau bahkan kode etik itu tidak penting?  Yang penting hanyalah; kita sukses dan kita profesional. Mungkin sebaliknya, kita bekerja secara profesional, dan itu akan mendekatkan diri kita kepada kesuksesan.

            Perlu saya akui sebelum nya, apa yang terdapat pada pikiran – pikiran kita yang baru saja berbicara tentang mengenai kesuksesan dan keprofesionalismean memang semuanya adalah hal yang benar. Tapi, benarkah hal yang benar merupakan hal yang baik?  

Sebelum kita berbicara lebih jauh mengenai kode etik dan hal – hal yang mencangkup di dalam nya, saya ingin mengajak para pembaca sekalian, terlebih dahulu mengetahui tentang perjalanan panjang sejarah mengenai apa itu kode etik. Namun, sebelum masuk lebih dalam mengenai bahasan akan kode etik, saya akan mengulas sedikit tentang etika. Etika sendiri adalah salah satu unsur di dalam kode etik yang menurut saya sangat berkesinambungan dengan sebuah kode etik tersebut.

            Menurut salah satu sumber yang saya ketahui, sejarah mengenai etika ini lahir secara historis. Etika sebagai usaha filsafat lahir dari keambrukan tatanan moral di lingkungan kebudayaan Yunani 2.500 tahun lalu. Karena pandangan-pandangan lama tentang baik dan buruk tidak lagi dipercaya, para filosof mempertanyakan kembali norma-norma dasar bagi kelakuan manusia.

            1.Tempat pertama kali disusunnya cara-cara hidup yang baik dalam suatu sistem dan dilakukan penyelidikan tentang soal tersebut sebagai bagian filsafat. Menurut Poespoproddjo, salah satu ahli, kaum Yunani sering mengadakan perjalanan ke luar negeri, itu menjadi sangat tertarik akan kenyataan bahwa terdapat berbagai macam kebiasaan, hukum, tata kehidupan dan lain-lainnya. Bangsa Yunani mulai bertanya apakah miliknya, hasil pembudayaan negara tersebut benar-benar lebih tinggi karena tiada seorang pun dari Yunani yang akan mengatakan sebaliknya, maka kamudian diajukanlah pertanyaan mengapa begitu? Kemudian diselidikinya semua perbuatan dan lahirlah cabang baru dari filsafat yaitu etika.

(Tulisan di paragraf kelima ini adalah salah satu referensi, atau sumber yang berasal dari orang lain, yang saya cantumkan kedalam bahasan kali ini. Namun saya juga tidak sepenuh nya percaya hanya pada satu sumber. Sumber sendiri menurut saya adalah suatu penopang. Adalah hal yang kita gunakan sebagai alat untuk menopang seperti, sebelum melakukan sebuah pijakan.)

Namun, permasalahan yang akan saya coba tarik ke spektrum atau bagian lebih dalam atau intens nya kali ini bukanlah soal topang menopang atau pun pijakan, hal yang ingin saya bahas disini sekali lagi adalah; kode etik. Berikut lanjutan dari historis etika di paragraf kelima tadi. Masih dengan referensi dari satu sumber yang saya gunakan tadi.

2. Sejak-jejak pertama sebuah etika muncul dikalangan murid Pytagoras. Kita tidak tahu banyak tentang pytagoras. Ia lahir pada tahun 570 SM di Samos di Asia Kecil Barat dan kemudian pindah ke daerah Yunani di Italia Selatan. Ia meninggal 496 SM. Di sekitar Pytagoras terbentuk lingkaran murid yang tradisinya diteruskan selama dua ratus tahun. Menurut mereka prinsip-prinsip matematika merupakan dasar segala realitas. Mereka penganut ajaran reinkarnasi. Menurut mereka badan merupakan kubur jiwa (soma-sema,”tubuh-kubur”). Agar jiwa dapat bebas dari badan, manusia perlu menempuh jalan pembersihan. Dengan bekerja dan bertapa secara rohani, terutama dengan berfilsafat dan bermatematika, manusia dibebaskan dari ketertarikan indrawi dan dirohanikan.

3. Seratus tahun kemudian, Demokritos (460-371 SM) bukan hanya mengajarkan bahwa segala apa dapat dijelaskan dengan gerakan bagian-bagian terkecil yang tak terbagi lagi, yaitu atom-atom. Menurut Demokritos nilai tertinggi adalah apa yang enak. Dengan demikian, anjuran untuk hidup baik berkaitan dengan suatu kerangka pengertian hedonistik.

4. Sokrates (469-399 SM) tidak meninggalkan tulisan. Ajarannya tidak mudah direkonstruksi karena bagian terbesar hanya kita ketahui dari tulisan-tulisan Plato. Dalam dialog-dialog palto hampir selalu Sokrates yang menjadi pembicara utama sehingga tidak mudah untuk memastikan pandangan aslinya atau pandangan Plato sendiri. Melalui dialog Sokrates mau membawa manusia kepada paham-paham etis yang lebih jelas dengan menghadapkannya pada implikasi-implikasi anggapan-anggapannya sendiri. Dengan demikian, manusia diantar kepada kesadaran tentang apa yang sebenarnya baik dan bermanfaat. Dari kebiasaan untuk berpandangan dangkal dan sementara, manusia diantar kepada kebijaksanaan yang sebenarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun