Bandung -- Seperti yang sudah tertanam di dalam mindset kita sejak dulu, kata 'pendidikan' dan 'belajar' erat kaitannya dengan sekolah. Lebih lanjut, jika ada orang yang menyebutkan kata sekolah, maka secara otomatis pikiran kita akan menggambarkan kegiatan transfer ilmu antara guru dan siswa secara tatap muka. Akan tetapi, terhitung dari bulan Maret tahun lalu,  gambaran akan pendidikan, belajar, dan sekolah nampaknya sudah berevolusi menjadi sesuatu yang lebih menarik lagi menantang.
Ketika banyak orang mulai terpapar virus COVID-19, pemerintah pun mengambil langkah untuk mengubah kegiatan belajar dan mengajar yang semula berbentuk offline menjadi online. Baik guru dan siswa tak perlu lagi datang ke sekolah guna mengikuti kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Mereka cukup duduk di rumah saja -- di hadapan layar ponsel maupun laptop. Proses pembelajaran tetap dapat terlaksana meski partisipan kelas tak lagi saling bertatap muka dan hanya bisa bertatap maya. Perubahan ini tentu dirasa sulit pada mulanya, tapi seiring berjalannya waktu disertai dengan penyesuaian yang senantiasa dilaksanakan, kegiatan PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) akhirnya dapat tetap terlaksana dengan lebih baik.
Meski begitu, banyak guru dan siswa yang lebih suka mengikuti kegiatan pembelajaran langsung di dalam kelas. Dari sudut pandang guru, kegiatan pembelajaran akan terlaksana jauh lebih efektif jika dilaksanakan secara offline. Sejalan dengan pandangan ini, mayoritas siswa juga merasa mereka lebih mampu memahami materi pembelajaran apabila mereka duduk dan mendengarkan pemaparan guru di dalam kelas, bukan di rumah melalui media Zoom Meeting ataupun Google Meet.
Setelah penantian yang cukup lama, pada hari Rabu, 15 September 2021, keinginan mereka pun akhirnya terwujud. Saya dan rekan-rekan mahasiswa dari program Kampus Mengajar yang diadakan oleh Kemendikbud di SMP Negeri 24 Bandung merasa sangat bersyukur dapat turut andil dalam pelaksanaan kegiatan Pertemuan Tatap Muka Terbatas (PTMT). Proses yang dilalui oleh sekolah guna memperoleh izin pelaksanaan PTMT tidak dapat dikategorikan sebagai proses yang sederhana. Ada begitu banyak aspek yang harus diperhatikan, seperti kebersihan sekolah, ketersediaan instruksi untuk senantiasa mengikuti protokol kesehatan, kesiapan sekolah dari segi sarana dan prasarana, jadwal darurat yang menyesuaikan dengan keadaan pandemi, dan lain-lain.Â
Dengan dilaksanakannya kegiatan PTMT, bukan berarti aspek-aspek tersebut dapat dilupakan begitu saja. Ketika para siswa memasuki gerbang, mereka sudah disambut oleh anggota OSIS untuk pengecekan suhu tubuh. Beberapa guru juga berjaga di area tersebut guna melakukan sapa pagi dengan tetap menjaga jarak dan tidak melakukan kontak langsung dengan para siswa. Selanjutnya, siswa diarahkan untuk mencuci tangan. Sebelum mereka memasuki kelas, suhu tubuh mereka akan dicatat lebih dulu. Apabila ada siswa yang suhu tubuhnya di atas 36 derajat, maka siswa tersebut tidak akan diperkenankan untuk memasuki kelas terlebih dahulu dan akan dianjurkan untuk beristirahat.
Saya merasa beruntung mendapatkan kesempatan untuk masuk ke kelas dan melihat para siswa secara langsung. Mereka terlihat begitu senang karena akhirnya bisa kembali belajar di sekolah, meski sebagian besar dari mereka masih malu-malu dan canggung untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari saya. Saya memakluminya, sebab siswa yang saya hadapi merupakan siswa kelas 7 yang tidak sempat mengikuti kegiatan perpisahan di sekolah-sekolah dasar mereka pun berkenalan dengan teman-teman baru mereka di sekolah menengah pertama.
Sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan PTMT ini, saya berharap pandemi akan lekas menemui ujungnya dan para siswa dapat mengikuti kegiatan pembelajaran secara normal dan tidak kehilangan momentum indah bersama teman-teman mereka di masa sekolah.
Mendidik dengan hati,
melayani tanpa henti,
untuk bumi pertiwi.