Pagi yang cerah di dapur keluarga sehat. Matahari menyinari rak peralatan dapur, dan dua benda listrik mulai saling menatap dengan aura kompetisi.
Di sisi kiri meja, Blender, sang veteran dapur, berdiri gagah dengan pisau berputar dan wadah plastik penuh bekas smoothie stroberi. Di sisi kanan, Juicer, si pendatang baru yang ramping dan elegan, bersinar seperti baru keluar dari iklan gaya hidup sehat.
Blender (berdeham keras sambil menyeka tetesan smoothie di dagu): “Hm. Jadi kamu yang katanya ‘penghancur vitamin generasi modern’ itu?”
Juicer (senyum sok cool): “Lebih tepatnya penyelamat nutrisi. Aku menyaring ampas, menyajikan sari murni, dan membantu orang merasa sehat tanpa kerja keras.”
Blender (menyipitkan tombol): “Oh, jadi kamu bangga jadi si pemisah? Aku justru merangkul semuanya. Buah, es, susu, kadang bahkan kacang. Semua jadi satu, nggak ada yang dibuang. Namanya... inklusivitas!”
Juicer: “Aku hanya ingin memberikan yang terbaik. Cairan murni. Tanpa serat mengganggu. Smooth dan elegan. Orang diet lebih suka aku, tahu?”
Blender: “Tapi kamu nggak bisa bikin jus alpukat campur susu coklat kental manis. Coba deh. Pasti langsung minta pensiun.”
Juicer (mengangkat kabel seperti geleng kepala): “Ya iyalah, aku fokus di buah dan sayur. Bukan dessert sultan. Lagi pula, kamu itu ribut banget kalau kerja. Kalau aku? Nyaring, hening, elegan. Seperti pianis pagi hari.”
Blender: “Sorry, Bro. Ini bukan konser klasik. Ini dapur. Suara berisik itu tanda perjuangan! Aku blenderin es batu sampai lembut, kamu bisa?”
Juicer (angkat satu tombol): Eh, jangan bawa-bawa es batu. Aku bukan mesin penghancur batu akik. Aku mesin gaya hidup. Organik. Detoks. Clean eating.”
Blender (mencibir): “Cieee… gaya hidup. Gaya doang, hidupnya belum tentu kenyang. Orang abis minum kamu, sejam kemudian lapar lagi!”