Stopkontak: "Wah, akhirnya bisa istirahat sebentar. Hari ini colokan rame banget. Laptop, handphone, kipas angin, bahkan rice cooker sempat mampir ke sini."
Charger: "Iya, bro! Aku udah kayak barista kopi, melayani pesanan satu per satu. Tapi jujur, badan aku udah mulai panas. Bisa minta pendingin?"
Stopkontak: "Pendingin? Aku aja tiap hari ditempelin muka-muka kabel beda-beda. Udah kayak aplikasi dating, ketemu sama yang beda tiap hari. Ada yang lemah lembut, ada yang colok asal-asalan kayak buru-buru dikejar utang."
Charger: "Haha! Bener juga. Tapi nasibku nggak kalah tragis. Tiap kali handphone udah 99%, si manusia langsung cabut aku. Nggak dikasih kesempatan buat pamit. Baru mulai kerja udah dipecat."
Stopkontak: "Setidaknya kamu masih bisa mobile. Aku? Statis. Dari lahir sampai sekarang, nempel di tembok. Pandangan hidupku cuma tembok, kabel, dan sesekali celana orang lewat. Itu pun kadang nyebelin."
Charger: "Tapi kamu itu vital, bro! Tanpa kamu, aku nggak bisa nyetrum apa-apa. Kita tuh kayak duet maut. Aku bawa arus, kamu sumber arus. Kita ibarat roti dan selai kacang."
Stopkontak: "Wah, kamu bikin aku terharu. Tapi kamu juga keren. Sekarang desain kamu makin keren, bisa ngecas cepet, ada yang punya tiga kepala lagi. Aku bangga punya partner seperti kamu."
Charger: "Eh, tapi ngomong-ngomong, kamu udah denger belum? Sekarang manusia lagi suka pake wireless charging. Katanya biar lebih praktis, nggak ribet kabel-kabelan."
Stopkontak: "Iya, aku dengar juga. Tapi tetep aja, ujung-ujungnya butuh colokan juga buat ngisi energi ke wireless itu. Jadi jangan panik dulu, kita masih dibutuhkan!"
Charger: "Bener juga sih. Tapi tetap aja, aku takut jadi tua dan pensiun. Kabelku udah mulai ngelupas. Kadang si manusia lilit-lilitin aku kayak mie instan. Nggak manusiawi."