Mohon tunggu...
Rijo Tobing
Rijo Tobing Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis buku kumpulan cerpen "Randomness Inside My Head" (2016), novel "Bond" (2018), dan kumpulan cerpen "The Cringe Stories" (2020) dalam bahasa Inggris. rijotobing.wordpress.com. setengah dari @podcast.thechosisters on Instagram.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Sekali Menulis Dua Ribu Kata, Mengapa Tidak?

4 Oktober 2020   11:56 Diperbarui: 4 Oktober 2020   12:04 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari artikel opini yang NYTimes tayangkan saya belajar untuk merangkul setiap topik tulisan sebagai hal personal, sebagai hal yang saya atau orang yang saya kenal dekat alami sendiri, sebagai hal yang saya minati dan menaruh harapan padanya. Sentuhan personal itu menjadikan tulisan saya unik, menjadikannya berbeda dengan tulisan orang lain, karena kami tentu saja mengalami hal yang berbeda.

Sebagai contoh, ketika kampanye "Black Lives Matter" mulai didengungkan kembali di Amerika Serikat, kolom artikel opini di NYTimes dipenuhi oleh tulisan dari para penulis berkulit selain putih.

Kampanye BLM menantang supremasi kulit putih, ia menantang privilege, hak istimewa yang diterima oleh orang kulit putih di sebuah negara demokrasi yang sebenarnya dibangun oleh para pendatang dari berbagai bangsa, bukan oleh orang-orang yang satu ras.

Penulis yang tepat untuk isu ini tentu saja bukan mereka yang berkulit putih, bukan mereka yang terbiasa diuntungkan oleh sistem sosio-kultural yang ada, tapi mereka yang selama ini tidak bisa bersuara bebas karena warna kulit mereka. Kampanye BLM dan media mainstream seperti NYTimes memberikan corong suara bagi mereka yang selama ini mengalami opresi.

 Apalagi ketika Kamala Harris terpilih sebagai calon wakil presiden mendampingi Joe Biden untuk pemilihan umum pada bulan November mendatang, suara mereka semakin menggelegar dan tidak bisa lagi tidak didengarkan.

Tulisan-tulisan mereka ini sangat menggugah hati karena bersifat personal. Mereka tidak hanya memberikan opini mengapa mereka mendukung (atau tidak mendukung) kampanye BLM, tapi mereka juga menceritakan apa yang melatarbelakangi opini mereka dan apa outcome yang mereka harapkan dari kampanye ini. 

Dari tulisan-tulisan mereka, saya mendapat pencerahan tentang pemikiran, perasaan, dan cita-cita dari orang-orang yang sehari-hari tidak dianggap bukan karena mereka tidak berprestasi atau tidak bisa membuktikan diri. Tapi karena mereka tidak pernah diberikan kesempatan.

Tentu saja tidak semua tulisan itu adalah hal personal yang dialami oleh penulisnya. Ada juga pengalaman orang lain yang diceritakan ulang oleh si penulis, dengan dibumbui pendapat pribadi. 

Sentuhan personal itu tetap tidak hilang. Penulis artikel opini di NYTimes yang saya kagumi mampu merangkul setiap isu dan menunjukkan empati yang sangat mendalam, sehingga pembaca (bahkan pembaca non-native speaker seperti saya) masih bisa merasakan importance dan urgency dari tulisannya.

Artikel berita dan opini di NYTimes membekali saya untuk menjadikan tulisan nonfiksi sebagai sesuatu yang personal, sebagai bukan hanya sebuah topik melainkan sharing pengalaman, pendapat, dan pemikiran pribadi.

 Dan jika sudah menyangkut hal personal, jumlah kata dalam tulisan bukanlah pembatas. Jika ada banyak hal yang bisa dibagikan, tentu ada banyak kata yang bisa dirangkai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun