Mohon tunggu...
Rijo Tobing
Rijo Tobing Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis buku kumpulan cerpen "Randomness Inside My Head" (2016), novel "Bond" (2018), dan kumpulan cerpen "The Cringe Stories" (2020) dalam bahasa Inggris. rijotobing.wordpress.com. setengah dari @podcast.thechosisters on Instagram.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Dilarang Menyesali Barang yang Sudah Dibeli

16 Februari 2020   00:11 Diperbarui: 18 Februari 2020   04:23 935
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi berbelanja. (sumber: shutterstock via kompas.com)

Siang tadi dia mengirimkan pesan ke saya bahwa harga set meja makan yang saya beli turun lagi sebesar 700 ribu Rupiah. Bayangkan betapa dongkolnya saya. 

Seandainya saya membeli benda itu hari ini tentu saya sudah menghemat 1,4 juta Rupiah dari anggaran awal. Seandainya saya sabar menunggu, seandainya ini, seandainya itu, dan seterusnya.

Eh tapi ..., saya lupa ya kalau set meja makan itu akan saya pakai hari ini? Hari ini saya kedatangan banyak tamu dan tentu saja saya harus menyiapkan meja makan sebelum hari-H, yang artinya saya tidak bisa menghindari pembelanjaan yang saya lakukan minggu lalu.

Saya juga lupa ya kalau pada momen itu harga sekian untuk kualitas barang demikian masih masuk di akal saya? Pembanding yang saya gunakan adalah harga barang yang sama di tempat lain. Tentu masih masuk akal kalau saya memilih barang dengan spesifikasi sama dan harga lebih murah. Satu-satunya pembeda hanya nama toko yang menjual dan harga, kok.

Iya, saya lupa, dan saya tambah rugi karena memberatkan diri dengan penyesalan yang tidak berguna.

Tidak mungkin saya meminta diskon sekarang untuk transaksi yang sudah lewat. Itu namanya aneh. Tidak mungkin juga saya membeli set itu lagi untuk mengejar diskon. Memangnya saya kelebihan uang?

Jadi pelajaran hidup untuk saya hari ini adalah: dilarang menyesali  barang yang sudah dibeli. Karena tidak ada gunanya dan (dalam kebanyakan kasus) tidak ada tindak lanjutnya.

Tiba-tiba saya teringat kenapa waktu berwisata di Bali saya paling tidak suka berbelanja di Pasar Sukowati dan bersorak-sorai ketika toko souvenir Krisna mulai beroperasi. Saya tidak anti tawar-menawar harga, tapi saya mudah dongkol (dan kesalnya bisa lama) kalau teman saya mendapatkan barang yang sama dengan harga yang lebih murah.

Wah, saya jadi menyesal kenapa tadi tidak menawar lebih rendah lagi. Padahal kelebihan harga yang saya bayarkan adalah rejeki pedagang yang barangnya saya beli. Harga yang kami sepakati masih masuk akal buat saya, saya mampu dan tidak keberatan membayarnya, jadi kenapa saya sewot ketika uang saya menjadi rejeki bagi orang lain?

Kembali ke soal pembelian di toko furnitur tadi. Saya harus mengubah pola pikir saya, bahwa harga yang saya bayar minggu lalu bukanlah harga yang terlalu mahal, tapi harga yang saya pikir masih masuk akal untuk mengompensasi kenyamanan berbelanja di toko yang dingin dan bersih, fasilitas pengantaran dan instalasi barang, dan salesman yang teramat melayani.

Semoga menjadi berkat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun