Mohon tunggu...
Rijo Tobing
Rijo Tobing Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis buku kumpulan cerpen "Randomness Inside My Head" (2016), novel "Bond" (2018), dan kumpulan cerpen "The Cringe Stories" (2020) dalam bahasa Inggris. rijotobing.wordpress.com. setengah dari @podcast.thechosisters on Instagram.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menuntun Anak Mengidentifikasi Emosinya

25 Januari 2020   01:03 Diperbarui: 28 Januari 2020   16:44 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi melihat kondisi emosi anak. (sumber: shutterstock via kompas.com)

Seorang bayi belum bisa SELF-regulate; dia belum bisa berpikir dengan utuh dan mengartikulasikan dengan jelas apa yang dia rasakan. Menangis, menjerit, tantrum adalah cara dia untuk mendapatkan CO-regulation dari orang tua/pengasuh yang akan membantu dia menjalankan SELF-regulation.

Orang tua/pengasuh mengajarkan CO-regulation melalui kehadiran, sentuhan, nada suara, dan seiring dengan pertumbuhan usia bayi, dengan kata-kata.

Inspirasi yang saya dapatkan dari artikel itu adalah SELF-regulation bisa dimulai dengan kemampuan mengidentifikasi emosi yang kita rasakan kapanpun dan dalam kondisi (semudah/sesulit) apapun, dan mengucapkannya. Jadi bukan semata-mata merasakan kesedihan, tapi juga mampu mengatakan, "Saya sedih."

Penjabaran emosi secara mendetail sangatlah berguna. Sebagai contoh: daripada hanya mengatakan "saya resah", kita bisa menjabarkan: saya resah karena taksi yang saya pesan tidak kunjung datang. 

Saya khawatir terlambat sampai di kantor. Saya takut dimarahi atasan saya. Saya tidak suka dipandang remeh oleh rekan kerja saya. Dengan merinci perasaan ke jenis-jenis emosi yang lebih jelas dan lebih umum diketahui, kita bisa lebih fokus menindaklanjuti emosi tersebut satu-persatu sampai kita kembali ke keadaan tenang (SELF-regulated).

Kira-kira seperti itu.

Dengan kondisi hati galau (baca: tidak suka dimarahi anak sendiri hanya karena kemampuan main piano saya lebih tinggi darinya), saya memancing anak saya untuk mengidentifikasi dan mengungkapkan emosi yang sedang melandanya.

Perlahan-lahan terucap bahwa ia merasa:

1. Iri hati
Aku belajar piano lebih dulu dari Mama, kenapa level Mama lebih tinggi? Seharusnya sama atau lebih rendah dari aku.

2. Malu
Mama latihan piano di sela-sela kesibukan mengurus 3 anak, rumah, dan lain-lain. Aku yang hanya belajar di sekolah dan tempat les tidak sempat latihan serajin mama.

3. Merasa Terancam
Sampai saat ini aku yang paling pintar main piano di rumah, tapi ternyata Mama lebih pintar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun